The Power of Love
Pagi gan..
Kali ini ane mau sharing tentang cinta
gan.. J,
tapi agak serius ini bahasanya gan. Soalnya tulisan ane ini emang ane tulis
buat artikel jum’at dan udah terbit di artikel al-Lu’lu (artikel Jum’at
Pesantren UII) gan. Ane terbitin di sini lagi, soalnya kan sekarang lagi
booming tentang film Cinta tapi beda-nya Hanung itu, film yang (katanya uni
fahira Idris) menuhankan cinta manusia gan, tanpa pernah menyinggung tentang
cinta kepada Tuhan. Jadi ya, ada hubungannya lah sedikit-sedikit sama artikel yang
pernah ane tulis ini gan. Monggo langsung aja gan.. ditunggu komennya ya.. hehe.
SEMUA KARENA CINTA
Dan di antara manusia ada orang-orang yang
menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana
mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada
Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat dzalim itu mengetahui
ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan
Allah semuanya dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka
menyesal). (QS: al-Baqarah: 165)
Apa itu Cinta?
Kata
“cinta” bagi kebanyakan orang adalah sebuah kata sakral. Sebuah kata yang sulit
untuk didefinisikan dan juga sebuah kata yang apabila dirasakan dengan setulus
hati, dapat membuat perbedaan yang sangat kentara bagi orang yang sedang
merasakannya.
Ketika
mendengar kata magis tersebut, mungkin yang terlintas bagi kebanyakan
orang adalah tentang cinta terhadap lawan jenis. Seperti kisah cintanya Adam
dan Hawa, Romeo dan Juliet, Laila Majnun, atau kisah cinta Rama dan Shinta yang
terkenal dalam dunia perwayangan. Hal itupun tidak sepenuhnya salah, sebab
cinta memang banyak jenisnya dan cinta yang demikian itu merupakan anugerah dan
sunnatullah yang telah diberikan oleh Sang Maha Cinta, agar manusia
dapat hidup saling menghargai, menyayangi, mengasihi, dan mencintai.
Sebelum
berbicara lebih banyak, marilah kita pahami terlebih dahulu arti dari kata sakral
tersebut. Cinta menurut KBBI yaitu: suka sekali; sayang benar; dan kasih
sekali. Cinta juga dapat diartikan sebagai sebuah perasaan yang ingin membagi bersama atau sebuah perasaan afeksi terhadap
seseorang. Pendapat lainnya, cinta adalah sebuah aksi/ kegiatan aktif yang
dilakukan manusia terhadap objek lain, berupa pengorbanan diri, empati,
perhatian, memberikan kasih sayang, membantu, menuruti perkataan, mengikuti,
patuh, dan mau melakukan apapun yang diinginkan objek tersebut. (Wikipedia
Bahasa Indonesia)
Dari
beberapa pengertian tersebut, dapat dipahami dan diambil kesimpulan bahwa,
apabila ada orang yang sedang jatuh cinta, maka ia akan memberikan perhatian,
pengorbanan diri, dan mau melakukan apapun demi orang/ objek yang dicintainya.
Hidup Di Atas Cinta
Di
dunia ini, setiap orang pasti pernah merasakan kesukaan dan kedukaannya dalam
mengarungi samudera kehidupan. Hal tersebut adalah lumrah, dikarenakan Allah
memang menjadikan dunia ini sebagai tempat audisi agar manusia menjadi mulia,
yang di dalam al-Qur’an dikatakan bahwa orang yang paling mulia adalah orang
yang paling bertakwa (QS. Al-Hujurat: 13).
Untuk
menjadi orang yang bertakwa, manusia harus melewati berbagai tahapan audisi
atau tingkatan ujian sehingga pada akhirnya ia dapat mencapai maqȃm (tingkatan) yang tinggi. Ujian tersebut
tidak mudah memang, sebab kalau mudah sudah barang tentu setiap orang telah
menjadi orang yang bertakwa.
Ketika
Allah SWT memberikan ujian kepada manusia, sudah seharusnyalah kita
menganggapnya sebagai anugerah nyata yang telah Allah berikan. Karena ujian
tersebut semata-mata Allah berikan untuk mengetahui kebesaran cinta hamba
kepada Tuhannya. Ujian yang Allah berikan adalah hakikat kehidupan yang pasti
dialami oleh setiap hambanya. Para Nabi-pun yang notabene adalah manusia
pilihan, tidak terlepas dari yang namanya ujian. Sehingga ketika ia telah berhasil
melewatinya maka ia mendapatkan gelar sebagai Ulul Azmi. Itulah hasil
akhir setelah melewati ujian yang Allah berikan, yang pada akhirnya mereka rasakan
manisnya hasil pengorbanan dalam menggapai cinta Ilahi.
Sejatinya,
apabila dipahami bahwa setiap ujian yang diberikan adalah bentuk cinta Allah
kepada hambanya, maka dapat dipastikan kita akan melewati ujian tersebut dengan
hati yang suci. Sebab setiap hal yang telah dilandasi cinta, maka cinta itu
akan menutupi kesusahan dan kesulitan yang menyertainya. Sebagai contoh, dapat
kita ketahui dan kita sepakati bersama bahwa yang namanya “pukulan” (dalam
bentuk fisik) itu pasti rasanya sakit dan bahkan hal tersebut bisa dianggap
sebagai tindak kekerasan. Akan tetapi, apabila yang memukul itu adalah orang
yang sudah memiliki tautan hati yakni pukulan yang dilandasi oleh cinta, misalnya
pacar atau teman dekat, maka pukulan tersebut tidak terasa sakit dan malah akan
terasa nikmat. Sebab yang dirasakan bukanlah rasa sakitnya lagi, melainkan
sudah menuju ke tingkatan yang lebih tinggi yaitu arti atau makna tersirat dari
pukulan tersebut.
Begitupun
halnya apabila kita mampu menjalani ujian yang Allah berikan dengan penuh
perasaan cinta, maka kita akan dapat melewatinya dengan tanpa perasaan putus
asa, marah, benci, dan lain sebagainya. Karena kita telah sadar bahwa inilah
salah satu cara untuk mendapatkan cinta dari Sang Pemberi Cinta.
Ketika Virus Cinta Melanda
Sama
halnya dengan perkara yang lain, cinta memiliki tanda-tanda tertentu bagi yang
sedang mengalaminya. Tanda-tanda yang
darinya dapat diketahui apakah kita memang benar-benar mencintainya atau hanya
cinta-cintaan yang dipenuhi hawa nafsu belaka. Pertama, bagi orang yang
sedang jatuh cinta maka ia akan selalu menyebut obyek yang sedang dicintainya
tersebut. Dikatakan bahwasanya man ahabba syai’an katsura dzikruhu (siapa
yang mencintai sesuatu maka ia akan banyak menyebut sesuatu tersebut). Kepada
manusia, ketika kita mencintainya maka kita akan memikirkannya tiada henti.
Pagi, siang, dan malam kita selalu mengingat dan menyebut orang yang kita
cintai tersebut. Kemudian, apabila kita telah sungguh-sungguh mencintai Allah, maka
salah satu tandanya bahwa kita haruslah menyebut-Nya setiap saat dan setiap
waktu. Di manapun dan kapanpun kita berada. Sebab kalau kita telah
mencintai-Nya dengan sepenuh hati, maka kita akan merasakan kehadiran-Nya dalam
setiap langkah kehidupan yang kita lalui.
Kedua, mencontoh pribadi orang yang dicintai. Di
dunia ini, banyak orang yang rela merubah gaya hidupnya agar dapat menjadi
sosok yang dicintainya. Di Indonesia saja tidak sedikit orang yang berusaha meniru
gaya dan tingkah laku tokoh idolanya demi menunjukkan kebesaran cintanya,
terutama tokoh dalam dunia infotainment (hiburan). Akan tetapi sebagai
umat Islam, aplikasi cinta yang patut dilakukan adalah meniru tingkah laku Nabi
SAW sebagai kekasih Allah. Di dalam al-Qur’an dikatakan, “Katakanlah:
“Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi
dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (al-Imran:
31). Kalau memang benar-benar mencintai beliau,
maka dengan sendirinya kita akan berupaya meniru tingkah laku yang biasa
dilakukannya. Karena cinta akan membuat hati merasa belum puas apabila tidak
bisa meniru orang yang kita cintai.
Ketiga, tanda yang dapat dilihat dari orang yang
benar-benar mencintai sesuatu adalah rela berkorban demi cintanya. Demi
mendapatkan cinta, orang rela melakukan apa saja agar dapat menyenangkan hati orang
yang dicintainya. Ia rela melakukan apa saja demi membuktikan bahwa ia memang
mencintainya dan berhak mendapatkan cintanya. Sehingga bagi muslim, apabila ia
mencintai Allah maka ia akan melakukan apa saja demi mendapatkan cinta-Nya. Ia rela
berkorban dengan sepenuh hati agar cahaya cinta Ilahi mau menerangi hatinya.
Penutup
Dari
tanda-tanda tersebut, kita sudah dapat mengukur sendiri kadar cinta kita kepada
Allah dan Rasul-Nya. Apakah kita telah benar-benar mencintai-Nya dengan sepenuh
hati atau hanya cinta yang terucap di mulut tanpa ada rasa apapun di dalam
hati.
Tak
jarang orang mengaku mencintai Allah dan sering orang mengatakan mencintai
Rasulullah, tapi bagaimana mungkin semua itu diterima Allah tanpa ada bukti
yang diberikan, sebagaimana seorang Arjuna yang mengembara, menyeberangi lautan
yang luas, dan mendaki puncak gunung yang tinggi demi mendapatkan cinta seorang
pujaan hati.
Di
saat Allah menguji cintanya, dengan memisahkannya dari apa yang membuat dia
lalai dalam mengingat Allah, sering orang tak bisa menerimanya. Di saat Allah
memisahkan seorang gadis dari calon suaminya, tak jarang gadis itu langsung
lemah dan terbaring sakit. Di saat seorang suami yang istrinya dipanggil
menghadap Ilahi, sang suami pun tak punya gairah dalam hidup. Di saat harta
yang dimiliki hangus terbakar, banyak orang yang hijrah kerumah sakit jiwa. Semua
ini adalah bentuk ujian dari Allah, karena Allah ingin melihat seberapa dalam
cinta hamba pada-Nya. Allah menginginkan bukti, namun sering orang pun tak
berdaya membuktikannya. Justru sering berguguran cintanya pada Allah, di saat
Allah menarik secuil nikmat yang dicurahkan-Nya. Akhirnya, semoga kita termasuk
kepada orang yang benar-benar mencintai Allah dengan sebenarnya cinta. Amȋn.
Ahmad Muflihin
Mahasiswa Pend. Agama Islam Angkatan 2008,