Biografi Sir Muhammad Iqbal

Jumat, April 06, 2012 Unknown 0 Comments

PENDAHULUAN

Muhammad Iqbal adalah seorang pujangga Islam yang telah diakui ketenarannya baik di Eropa maupun di negeri-negeri timur. bahkan seorang wartawan Inggris pada waktu itu (tahun 1922) memberi saran pada pemerintahnya untuk memberi gelar Sir pada penyair yang besar itu.
Filsafat Iqbal adalah filsafat harapan, kerja, harapan, dan pengorbanan diri. Sedangkan seruannya adalah seruan kehormatan, kemuliaan, dan kebebasan. Ia tidak jemu-jemunya dalam mendorong berbagai bangsa untuk berjuang demi kebebasan dan kehormatannya.
Sajak-sajak Iqbal, hingga kini menjadi lagu-lagu perjuangan Kaum Muslim di India. Tidak ragu lagi bahwa sajak-sajak Iqbal telah menyalakan api perjuangan melawan kekuasaan Inggris di India dan membekali para mujahid dengan harapan, keteguhan dan pengorbanan.
 Makalah ini membahas lebih lanjut mengenai sastrawan terkemuka tersebut. Bagaimanakah latar belakang keluarga, pendidikan, dan karir pekerjaannya? Bagaimanakah pemikiran-pemikirannya? Serta apakah kontribusinya atas kemerdekaan Pakistan?

PEMBAHASAN
MUHAMMAD IQBAL
(1873-1938)
      A.    BIOGRAFI
1.      Keluarga
Menurut Wahhab (dalam Usman, 1985: 13) keluarga Iqbal berasal dari sebuah kasta Brahma Kasymir. Nama lengkapnya adalah Muhammad Iqbal bin Muhammad Nur bin Muhammad Rafiq. Ia lahir pada 24 Dzul Hijjah 1289 H/ 22 Februari 1873 M di Sialkot, Punjab, India. Iqbal, memulai pendidikan pada masa kanak-kanaknya pada ayahnya. Kemudian ia dimasukkan di sebuah maktab (surau) untuk belajar al-Qur’an.
Dalam bahara arab, kata Iqbal diartikan Pujangga muslim atau kejayaan. Apabila melihat atas kontribusinya dalam dunia Islam pada abad pertengahan ini, Iqbal memang telah diakui sebagai seorang Pujangga muslim yang telah membawa kejayaan bagi umat Islam melalui kontribusi pemikirannya.
Ayahnya adalah seorang sufi, yang bekerja keras demi agama dan kehidupan. Dituturkan darinya, bahwa suatu ketika, sewaktu ia melihat Iqbal senang membaca al-Qur’an, maka katanya: “bila kamu ingin memahami al-Qur’an, bacalah seakan ia diturunkan padamu”.
Ibunda Iqbal, Imam Bibi, juga dikenal sangat relegius. Ia membekali kelima anaknya, tiga putri dan dua putra, dengan pendidikan dasar dan disiplin keislaman yang kuat. Di bawah bimbingan kedua orangtuanya yang taat inilah Iqbal tumbuh dan dibesarkan. Kelak di kemudian hari, Iqbal sering berkata bahwa pandangan dunianya tidaklah dibangun melalui spekulasi filosofis, tetapi diwarisi dari kedua orangtuanya tersebut.

2.      Pendidikan dan Karir Pekerjaannya
Menurut Wahhab (dalam Usman, 1985: 13) anak ini kemudian dimasukkan di Scottish Mission School, Sialkot. Dituturkan bahwa ayahnya memasukkannya di sekolah ini agar bisa mendapat bimbingan karibnya, Mir Hasan. Iqbal menyelesaikan belajarnya di Scottish Mission School pada tahun 1885. Waktu itu ia berumur dua puluh dua tahun.
Setelah menyelesaikan sekolahnya di Sialkot, ia pindah ke Lahore. Di kota ini, ia masuk Government College untuk melanjutkan studinya. Pada tahun 1897 Iqbal menyelesaikan studinya dan memperoleh gelar B. A. Kemudian ia mengambil program M. A. di bidang filsafat.
Setelah Iqbal menyelesaikan studinya di Government College, ia ditunjuk sebagai pengajar Sejarah dan Filsafat di Oriental College Lahore. Kemudian ia diangkat sebagai pengajar Filsafat dan bahasa Inggris di Government College yang mana ia menempuh studi sebelumnya. Berkat dorongan Sir Thomas Arnold, Iqbal mempunyai keinginan yang keras untuk belajar ke Eropa. Umurnya waktu itu tiga puluh dua tahun. di Inggris ia masuk Universitas Cambridge, belajar filsafat di bawah bimbingan Dr. McTaggart. Untuk keperluan penelitiannya yang lebih lanjut ia pergi ke Munich di mana ia mempersembahkan disertasinya: “The Development of Metaphysics in Persia” dan memperoleh gelar Doktor dalam filsafat. Selanjutnya ia kembali lagi ke London, mempelajari hukum dan akhirnya lulus ujian tentang keadvokatan. Selain itu, ia masuk di School of Political Sciences. Iqbal tinggal di Eropa kurang lebih selama tiga tahun. Kemudian ia kembali ke tanah airnya pada tahun 1908, Wahhab (dalam Usman, 1985, 25).
Dengan pengetahuan hukum dan gelar yang ia peroleh di bidang itu selama di London, maka setelah kembali ke Lahore ia berpraktek sebagai advokat. Profesi ini ia lakukan untuk sekedar memperoleh penghasilan saja dan ia jabat hingga ke tahun 1934, empat tahun sebelum ia meninggal dunia.

3.      Meninggal Dunia
Penyakit pun mulai menimpa sang penyair produktif yang seakan tidak akan pernah tertimpa penyakit, bosan, atau akan meninggal itu. Ia menderita sakit kencing batu. Ia dirawat oleh tabib, dan sakitnya agak membaik. Kemudian pada tahun 1935, ia kehilangan suaranya. Pada tahun ini pula, isterinya meninggal dunia. Ini menimbulkan kesedihan baginya.
Sakitnya mencapai puncaknya pada April 1938. Keadaannya yang paling kritis terjadi pada tanggal 19 April 1938. Para dokterpun telah berusaha semampu mereka dalam meringankan sakitnya sedangkan Iqbal sendiri telah merasa bahwa ajalnya telah dekat dan tanpa rasa takut ia mengemukakannya. Beberapa hari sebelum meninggal dunia, ia selalu menekankan bahwa dalam menghadapi kematian, hendaknya seorang Muslim menerimanya dangan rasa gembira. Sehari sebelum meninggal dunia, ia berkata pada sahabatnya dari Jerman: ”Aku seorang Muslim yang tidak takut pada kematian. Apabila ajal itu datang, ia akan kusambut dengan tersenyum”, Wahhab (dalam Usman, 1985, 39).
Dituturkan dari Raja Hasan – waktu malam meninggalnya Iqbal, ia mengunjungi Iqbal – bahwa Iqbal, sepuluh menit sebelum ia meninggal dunia, membecakan sajaknya:
Melodi perpisahan kan bergema kembali atau tidak
Angin Hijaz kan berhembus kembali atau tidak
Saat-saat hidupku kan berakhir
Pujangga lain kan kembali atau tidak
dan sajak Iqbal:
Kukatakan padamu ciri seorang Mu’min
Bila maut datang, akan merekah senyum di bibir

Demikian itulah keadaan Iqbal pada waktu menyambut kematiannya. Ia meletakkan tangannya pada jantungnya, dan katanya: ”kini, sakit telah sampai di sini”. Ia merintih sebentar dan kemudian dengan tersenyum ia kembali pada Khaliknya, tanpa merasakan dampak sakaratul maut. Waktu meninggal dunia, usia Iqbal 60 tahun Masehi, 1 bulan, 26 hari, atau 63 tahun Hijri, 1 bulan, 29 hari.

  B.     PEMIKIRAN-PEMIKIRAN
  1.      Filsafat
a.      Filsafat Khudi
Konsep tentang hakikat ego atau individualitas merupakan konsep dasar dari filsafat Iqbal, dan menjadi alas penopang keseluruhan struktur pemikirannya. Masalah ini dibahas dalam karyanya yang ditulis dalam bahasa Persia dengan bentuk matsnawi berjudul Asrar-I Khudi; kemudian dikembangkan dalam berbagai puisi dan dalam kumpulan ceramah yang kemudian dibukukan dengan judul The Reconstruction of Relegious Thought in Islam.
Menurut Iqbal, khudi, merupakan suatu kesatuan yang riil atau nyata, adalah pusat dan landasan dari semua kehidupan, merupakan suatu iradah kreatif yang terarah secara rasional. Arti terarah secara rasional, menjelaskan bahwa hidup bukanlah suatu arus tak terbentuk, melainkan suatu prinsip kesatuan yang bersifat mengatur, suatu kegiatan sintesis yang melingkupi serta memusatkan kecenderungan-kecenderungan yang bercerai-berai dari organisme yang hidup ke arah suatu tujuan konstruktif. Iqbal menerangkan bahwa khudi merupakan pusat dan landasan dari keseluruhan  kehidupan. Hal ini tercantum pada beberapa matsnawinya dalam Asrar-I Khudi (http://untunx83.multiply.com/journal).
Menurut Iqbal, untuk mencapai kesempurnaan diri ada tiga tahap yang harus dilalui yaitu:
1.      setiap individu harus belajar mematuhi dan secara sabar tunduk kepada kodrat makhluk dan hukum ilahiah.
2.      ia harus belajar berdisiplin dan diberi wewenang untuk mengendalikan dirinya sendiri melalui ketakutan dan cintanya kepada Tuhan serta ketakbergantungannya kepada dunia.
3.      individu menyelesaikan perkembangan dirinya dan mencapai kesempurnaan spiritual.
Apabila ketiga syarat tersebut telah dijalaninya, maka ia dianggap telah memenuhi syarat untuk menjalankan perannya sebagai wakil tuhan untuk memerintah dan menjadi guru dunia, menampilkan sifat-sifat ilahiah dalam mikrokosmos.
b.      Filsafat Ketuhanan
Tuhan sebagai objek kajian metafisika memiliki kekhususan dibanding kedua objek metafisika lainnya. Apabila manifestasi lahiriah dari semesta maupun jiwa dapat ditangkap indra, maka hal yang sama tidak berlaku bagi realitas ketuhanan. Tuhan adalah suatu yang mutlak tidak ditangkap indra.
Metafisika yang mengkaji tentang Tuhan disebut filsafat ketuhanan (teologi naturalis) untuk membedakannya dari teologi adikodrati atau teologi wahyu. Apabila filsafat ketuhanan mengambil Tuhan sebagai titik akhir atau kesimpulan seluruh pengkajiannya, maka teologi wahyu sebagai titik awal pembahasannya.
Filsafat ketuhanan berurusan dengan pembuktian kebenaran adanya Tuhan yang didasarkan pada penalaran manusia. Filsafat ketuhanan tidak mempersoalkan eksistensi Tuhan, disiplin tersebut hanya ingin menggarisbawahi bahwa apabila tidak ada penyebab pertama yang tanpa sebab maka kedudukan benda-benda yang relatif-kontigen tidak dapat dipahami akal.
Paling tidak, terdapat tiga argumen besar dalam filsafat ketuhanan: argumen kosmologis, argumen teologis, dan argumen ontologis. Argumen kosmologis mengemukakan bahwa Tuhan harus ada, karena kalau tidak maka akan ada rangkaian kausalitas yang tak terhingga untuk menjelaskan peristiwa-peristiwa. Argumen teologis mengemukakan bahwa dari struktur finalitas realitas dapat ditarik kesimpulan adanya Sang Pencipta yang menetapkan struktur tersebut, sedangkan argumen ontologis mengemukakan bahwa Tuhan ada karena kita memikirkannya dan memprediksikan eksistensi terhadap Dirinya (http://untunx83.multiply.com/journal).
Filsafat ketuhanan Iqbal berbeda dengan filsafat ketuhanan kontemplatif karena Iqbal berangkat dari filsafat manusia yang menekankan pengetahuan langsung tentang keberadaan ego atau diri yang bebas-kreatif.
Menurut Iqbal agama bukan sekadar sekumpulan ajaran untuk menekan aktivitas nafsu instingtif manusia (agama sebagai instrumen moral) seperti diklaim para psikoanalisis (Freud, Jung). Bagi Iqbal, agama lebih dari sekadar etika yang berfungsi membuat orang terkendali secara moral. Fungsi sesungguhnya adalah mendorong proses evolusi ego manusia di mana etika dan pengendalian diri menurut Iqbal hanyalah tahap awal dari keseluruhan perkembangan ego manusia yang selalu mendampakan kesempurnaan. Dengan kata lain, agama justru mengintegrasikan kembali kekuatan-kekuatan pribadi seseorang.
  2.      Politik
Tahun 1908 ia masuk di Komite Inggris Liga Muslim se-India. Ia juga terpilih menjadi anggota Majelis Legislatif Punjab dan menjadi salah satu pemikir politik. Pada tahun 1927 ia memasuki kehidupan politik ketika dipilih sebagai anggota Dewan Perwakilan Punjab, dan ia tetap menjadi anggota selama tiga tahun. Pada tahun 1930 Iqbal ditunjuk sebagai Presiden sidang tahunan dari Liga Muslim yang berlangsung di Allahabad (Bilgrami, 1979: 18).
Dia mempunyai ide untuk membagi India berdasarkan agama, ras, dan bahasa. Pidato kepresidenan Liga Muslim India tahun 1930 menjadi dasar konseptual bagi pembentukan Negara Pakistan, walaupun ia tidak menyebutkan nama Pakistan secara eksplisit. Sebagai seorang pemikir, ia sangat prihatin dengan keadaan kaum muslim India sehingga ia mengajukan konsep pembentukan negara bagi golongan kaum muslim yang berdasar Islam dan bebas dari intervensi Pemerintah India. Iqbal menegaskan sebagai berikut. Saya ingin melihat Punjab, daerah perbatasan utara, Sind, dan Baluchistan bergabung menjadi satu Negara (Karim, 2011: 321). Pada tahun 1935, yakni waktu diadakannya reorganisasi terhadap Liga Muslim, Iqbal terpilih sebagai Ketua Cabang Liga Muslim di Punjab. Hal itu terjadi tiga tahun sebelum ia meninggal dunia (Wahhab, 1985: 37).
Bagi Iqbal, agama yang benar adalah Islam, organisasi yang paling baik adalah tata pemerintahan dan struktur Islam yang universal, dan pemimpin umat manusia yang paling tepat adalah millat Muslim. Dengan kata lain, Iqbal diilhami oleh suatu wawasan mengenai Negara Islam dari millat Muslim yang bersatu, tidak lagi dipilah-pilah oleh pertimbangan-pertimbangan rasial atau territorial. Millat adalah persaudaraan Muslim yang bebas dan utuh dengan Ka’bah sebagai porosnya, serta dipertautkan oleh kecintaan pada Allah dan ketaatan pada Rasul (Ahmed, 1983: 13).
Sepanjang melibatkan politik India, gagasan Iqbal mengenai Pakistan dicapai dengan sepenuhnya menyerahkan kawasan India pada kaum Muslim, kemudian menggabungkannya dengan dengan negara-negara Islam yang bertetangga di bawah suatu nama bersama (Ahmed, 1983: 32). Akhirnya, pada 14 Agustus 1947 Pakistan memperoleh kemerdekaannya dan beberapa menit kemudian kemerdekaan India diumumkan (Karim, 2011: 321).
  3.      Sufi
Kehidupan sufi memiliki tempat tersendiri di hati Muhammad Iqbal. Bahkan ia menyebutkan bahwa Sufi adalah ahli jiwa yang mempunyai kedudukan tinggi dalam Islam. Akan tetapi, Iqbal sendiri mengkritik kehidupan sufi yang ada pada zamannya. Hal tersebut dikarenakan, menurutnya Sufi yang seharusnya menjadi tempat bimbingan kerohanian malah menjadi Sufi yang seolah tidak peduli terhadap kehidupan sosial ekonomi orang Islam. Kritikan Iqbal tersebut dapat dilihat dalam sajaknya “Kepada Saqi, Penuang Anggur”.
Kaum sufinya dulu dikenal sebagai Kesatria Tuhan yang tak kenal rasa takut 
Tidak tertandingi dalam cinta dan makrifat 
Namun kini mereka telah berubah jadi pesilat lidah 
Dan tukang khayal yang menyedihkan 
 
Pemikiran Iqbal dalam kehidupan Sufi yakni tercermin dalam pendapatnya mengenai konsep Insan kamil yang digagas oleh tokoh sufi kenamaan Ibnu Arabi. Iqbal memang memandang dan mengakui Nabi Muhammad SAW sebagai insan kamil, tetapi tanpa penafsiran secara mistik.
Insan kamil versi Iqbal tidak lain adalah sang mukmin, yang dalam dirinya terdapat kekuatan, wawasan, perbuatan, dan kebijaksanaan. Sifat-sifat luhur ini dalam wujudnya yang tertinggi tergambar dalam akhlak Nabi SAW. Insan kamil bagi Iqbal adalah sang mukmin yang merupakan makhluk moralis, yang dianugerahi kemampuan rohani dan agamawi. Untuk menumbuhkan kekuatan dalam dirinya, sang mukmin senantiasa meresapi dan menghayati akhlak Ilahi.
Sang mukmin menjadi tuan terhadap nasibnya sendiri dan secara tahap demi tahap mencapai kesempurnaan. Iqbal melihat, insane kamil dicapai melalui beberapa proses. Pertama, ketaatan pada hukum; kedua, penguasaan diri sebagai bentuk tertinggi kesadaran diri tentang pribadi; dan ketiga, kekhalifahan Ilahi.
  4.      Pendidikan
Dalam Konferensi Meja Bundar, ia menjadi anggota dalam komisi-komisi yang meneliti tentang masalah perbaikan pendidikan di India. Pada tahun 1933, ia bersama-sama Syeikh Sulaiman al-Nadavi, dan Sir Ras Masood diundang ke Kabul, untuk meninjau pendidikan di sana pada umumnya, dan sistem pendidikan tinggi di Kabul pada khususnya. Banyak saran-saran mereka yang dilaksanakan oleh pemeritah Afghanistan.
Sumbangan terbesar Iqbal di dunia pendidikan dan pengajaran ialah filsafat kepribadiannya. Ini ia terapkan pada pendidikan, pengajaran, dan seni dalam kebanyakan sajak-sajaknya. Mengenai filsafat pendidikan menurut Iqbal, ini telah diuraikan oleh Prof. K.G. Sayidain dalam karyanya Iqbal’s Educational Philosophy (Wahhab, 1985: 28).
  5.      Ekonomi
Meskipun di dunia luas lebih dikenal sebagai filosof, sastrawan atau juga pemikir politik, Muhammad Iqbal sebenarnya juga memiliki pemikiran-pemikiran ekonomi yang brilian. Pemikirannya memang tidak berkisar hal-hal teknis dalam ekonomi, tetapi lebih kepada konsep-konsep umum yang mendasar. Dalam karyanya Puisi dari Timur ia menunjukkan tanggapan Islam terhadap Kapitalisme Barat dan reaksi ekstrim dari Komunisme. Iqbal menganalisis dengan tajam kelemahan Kapitalisme dan Komunisme dan menampilkan sesuatu pemikiran “poros tengah” yang dibuka oleh Islam. Semangat Kapitalisme, yaitu memupuk capital atau materi sebagai nilai dasar sistem ini, bertentangan dengan semangat Islam. Demikian pula semangat Komunisme yang banyak melakukan paksaan kepada masyarakat juga bertentangan dengan nilai-nilai Islam (Chamid, 2010: 304-305).
Pada zaman itu, umat Islam identik dengan kemiskinan. Hal tersebut dikarenakan mayoritas orang yang memeluk agama Islam hidup dalam tingkat ekonomi yang rendah. Menurut Iqbal, itu terjadi dikarenakan etos kerja dari umat Islam yang semakin melemah. Muslim tradisional yang hidup pada zaman itu bersikap konservatif atas kemajuan yang terjadi. Mereka berpikiran picik dan gemar bertaklid pada ulam yang pandangan keagamaannya mandeg total. Karena golongan ini sangat benci kepada Inggris, maka segala hal yang berasal dari barat mereka tolak. Mereka tumbuh menjadi golongan yang picik dan tertutup.
Mereka tidak mau mempelajari ilmu pengetahuan modern sebab berasal dari barat dan tidak juga mau belajar bahasa Inggris untuk meningkatkan pengetahuannya. Iqbal pun memandang golongan ini sebagai kelompok sosial yang telah kehilangan khudi atau dirinya yang sejati. Di tangan mereka agama jatuh menjadi sehimpunan upacara dan bentuk peribadatan formal yang tidak membawa transformasi dan perubahan yang bermakna kepada penganutnya. Oleh sebab itu, dalam hal ilmu pengetahuan maupun perekonomian, umat Islam cenderung stagnan tanpa ada ghirah untuk mencapai kemajuan.
Keadilan sosial merupakan aspek yang mendapat perhatian besar dari Iqbal, dan ia menyatakan bahwa Negara memiliki tugas yang besar untuk mewujudkan keadilan sosial ini. Zakat, yang hukumnya wajib dalam Islam, dipandang memiliki posisi yang strategis bagi penciptaan masyarakat yang adil (Chamid, 2010: 305).
  6.      Karya-karya Muhammad Iqbal
Muhammad Iqbal telah menghasilkan berbagai macam karya sastra dan semuanya telah diakui serta telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa di dunia. Karya-karya tersebut di antaranya: Ilm al-Iqtishad, Asrar-i Khudi, Payam-i Masyriq, dan lain-lain.

KESIMPULAN

Muhammad Iqbal berasal dari sebuah kasta Brahma Kasymir. Nama lengkapnya adalah Muhammad Iqbal bin Muhammad Nur bin Muhammad Rafiq. Ia lahir pada 24 Dzul Hijjah 1289 H/ 22 Februari 1873 M di Sialkot, Punjab, India. Ia dibesarkan dalam pengawasan kedua orang tuanya yang shaleh dan taat beragama.
Ia memulai karir pendidikannya di Scottish Mission School – Sialkot. Di sana ia dididik oleh Mir Hasan, seorang guru yang ahli dalam bahasa Arab dan Persia. Kemudian melanjutkan sekolahnya di Government College (sekolah tinggi pemerintah) di Lahore. Dengan dibimbing oleh seorang orientalis terkenal yaitu Sir Thomas Arnold, pada tahun 1897 Iqbal mendapat gelar BA dan mendapat gelar Master pada bidang filsafat  tahun 1899.
Dengan kecerdasannya, kemudian dia diangkat menjadi pengajar di Government College, dan di sini awal mulainya Iqbal menulis buku-buku dan syair-syairnya. Pada tahun 1905 akhirnya Iqbal melanjutkan studinya di Trinity College, Universitas Cambridge, London serta mengikuti kursus advokasi (pengacara) di Lincoln Inn. Pemikiran Muhammad Iqbal adalah filsafat harapan, kerja, jihad, dan pengorbanan diri. Kontribusinya dalam membentuk Negara Pakistan dapat terlihat pada saat Pidato kepresidenan Liga Muslim India tahun 1930, yang menjadi dasar konseptual bagi pembentukan Negara Pakistan, walaupun ia tidak menyebutkan nama Pakistan secara eksplisit.


 DAFTAR PUSTAKA
Buku
Agustina, Nurul dan Ihsan Ali Fauzi. 1992. Sisi Manusiawi Iqbal. (terj.). Bandung: Mizan
Anggota IKAPI. 2008. The Recognition of Thought in Islam. (terj.), Rekonstruksi Pemikiran Agama Dalam Islam. Yogyakarta: Jalasutra
Chamid, Nur. 2010. Jejak Langkah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Efendi, Djohan. 1979. Glimpses of Iqbal’s Mind and Thought. Bilgrami. (terj.), Iqbal Sekilas Tentang Hidup dan Pikiran-Pikirannya. Jakarta: Bulan Bintang
Hikmat, Asep. 1983. Iqbal and the Recent Exposition. Ahmed, M. Aziz. (terj.), Pemikiran Politik Iqbal. Bandung: Risalah Bandung
Karim, M. Abdul. 2011. Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam. Yogyakarta: Bagaskara.
Usman, A. Rofi’. 1985. Iqbal: Siratuh wa Falsafatuh wa Syi’ruh. Azzam, A. Wahhab. (terj.), Filsafat dan Puisi Iqbal. Bandung: Pustaka

Internet

Makalah ini ditulis oleh Ahmad Muflihin sebagai tugas mata kuliah Pemikiran Islam Klasik & Kontemporer di Pondok Pesantren Universitas Islam Indonesia.

You Might Also Like