"قولا لينا" “Perkataan yang lembut”

Rabu, Juni 09, 2010 Unknown 0 Comments

فَقُوْلاَ لَهُ قَوْلاً لَيِّنًا لَّعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْيَخْشَى
“Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut” (QS.Thaha: 44)

a. TERJEMAH kata قولا لينا

Tafsir Al-Maraghi (Ahmad Mushthafa al-Maraghi)
-Qaulan layyinan: Perkataan yang tidak keras dan tidak kasar.

Al-Qur’an dan Tafsirnya (Universitas Islam Indonesia)
-Qaulan layyinan: Kata-kata yang halus

Tafsir Al-Azhar (Prof. Dr. Hamka)
-Qaulan layyinan: Sikap yang lemah lembut

Tafsir Al-Qur’anul Madjied “An-Nur” (Hasbi ash-Shiddieqq)
-Qaulan layyinan: Ucapan yang lemah lembut

Tafsir Al-Mishbah (M.Quraish Shihab)
-Qaulan layyinan: Menyampaikan dengan lemah lembut


b. Tafsir kata قولا لينا

Tafsir Al-Maraghi (Ahmad Mushthafa al-Maraghi)
Berbicalah kalian kepada Fir’aun dengan pembicaraan yang lemah lembut agar lebih dapat menyentuh hati dan lebih dapat menariknya untuk menerima dakwah. Sebab, dengan perkataan yang lemah lembut, hati orang-orang yang durhaka akan menjadi halus, dan kekuatan orang-orang yang sombong akan hancur. Oleh sebab itu, datang perintah yang serupa kepada Nabi-Nya, Muhammad SAW:
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik” (An-Nahl, 16: 125).

Contoh perkataan lemah lembut ialah perkataan Musa kepada Fir’aun:
“Adakah keinginan bagimu untuk membersihkan diri (dari kesesatan) dan kamu akan kupimpin ke jalan Tuhanmu agar supaya kamu takut kepada-nya?” (An-Nazi’at,79: 18-19).
Dan firman Allah Ta’ala kepadanya:
والسلم على من اتبع الهدى
”Dan keselamatan itu dilimpahkan kepada orang yang mengikuti petunjuk.” (Thaha, 20:47).

Selanjutnya Allah mengemukakan alasan, mengapa Musa diperintah untuk berkata lemah lembut:
لعله يتذكر أويخشى
Telah penyusun terangkan, bahwa kata la’alla (mudah-mudahan) dalam kalimat seperti ini menunjukkan harapan tercapainya maksud sesudah kata itu. Yakni, jalankanlah risalah, kerjakanlah apa yang Aku serukan kepada kalian, dan berusahalah mengerjakannya seperti orang yang berharap dan tamak, agar pekerjaannya dapat berbuah dan tidak gagal usahanya: dia berusaha menurut kemampuannya dan berjuan sampai puncak usahanya dengan harapan segala perbuatannya dapat mendatangkan keberhasilan, kemenangan, dan keuntungan.

Al-Qur’an dan Tafsirnya (Universitas Islam Indonesia)
Pada ayat ini Allah menganjurkan kepada Musa dan Harun AS bagaimana cara mengahadapi Fir’aun, yaitu dengan kata-kata yang halus dan ucapan yang lemah lembut. Seseorang yang dihadapi dengan cara demikian, akan berkesan hatinya dan akan cenderung menyambut baik dan menerima dakwah dan ajakan yang diserukan kepadanya. Cara yang bijaksana seperti ini telah diajarkan pula oleh junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW oleh Allah SWT, sebagaimana firman Nya:
Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik”.
Sebaliknya kalau seseorang itu dihadapi dengan kekerasan dan dengan membentak, jangankan akan takluk dan tunduk, tetapi tentu dia akan menentang dan menjauhkan diri sebagaimana dijelaskan Allah SWT dalam firman-Nya, yang berarti “Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu”

Selain petunjuk Allah SWT kepada Musa dan saudaranya, supaya mereka bersikap lunak menghadapi Fir’aun, juga diajarakan kata-kata yang akan disampaikan Musa kepada Fir’aun, sebagaimana dikisahkan Allah SWT di dalam Firman Nya:
Artinya:
Dan katakanlah (kepada Fir’aun): “Adakah keinginan bagimu untuk membersihkan diri (dari kesesatan). Dan kamu akan kupimpin ke jalan Tuhanmu agar supaya kamu takut kepada Nya?”.
Dengan cara dan kata-kata yang demikian itu diharapkan Fir’aun menyadari kesesatannya, dan takut kepada azab yang akan ditimpakan kepadanya apabila dia tetap saja membangkang.

Tafsir Al-Azhar (Prof. Dr. Hamka)
Setelah Tuhan menyatakan kesombongan Fir’aun, bahwa dia itu dalam pemerintahannya terlalu berlaku melampaui batas Kebenaran dan Keadilan, maka Tuhan memberi ingat kepada kedua utusan-Nya ini: ”Maka katakanlah olehmu berdua kepadanya kata-kata yang lemah lembut”. (pangkal ayat 44).
Di dalam pangkal ayat 44 ini tuhan telah memberikan suatu petunjuk dan arahan yang penting dalam memulai da’wah kepada orang yang telah sangat melampaui batas itu. Dalam permulaan berhadap-hadapan , kepada orang yang seperti itu janganlah langsung dilakukan sikap yang keras, melainkan hendaklah mulai dengan mengatakan sikap yang lemah-lembut, perkataan yang penuh dengan suasana kedamaian. Sebab dari permulaan confrontasi (berhadap muka dengan muka) si penda’wah telah melakukan amar ma’ruf nahyi munkar dengan secara keras, blak-blakan, tidaklah akan tercapai apa yang dimaksud.
Meskipun di dalam ‘ilmu Allah Ta’ala sendiri pasti sudah diketahui bahwa Fir’aun itu sampai sa’at terakhir tidak akan mengaku tunduk, tetapi Tuhan telah memberikna tuntunan kepada Rasul-Nya, ataupun kepada siapa saja yang berjuan melanjutkan rencana-rencana Nabi, bahwa pada langkah yang pertama janganlah mengambil sikap menantang. Mulailah dengan kata yang lemah-lembut; “Mudah-mudahan ingatlah dia, ataupun takut”. (ujung ayat 44).
Sebabnya ialah bahwa di dalam sudut bawah dalam jiwa manusia, yang mana juapun orangnya senantiasa masih tersimpan maksud yang baik dan pikiran yang sehat. Misalnya seorang raja ataupun pejabat tinggi sebuah Negara akan merasa prestisenya atau gengsinya akan tersinggung, walaupun betapa besar salahnya, kalau dia ditegur dengan kasar atau dikritik dimuka umum. Musa dan Harun disuruh terlebih dahulu mengambil langkah berlemah-lembut guna menyadarkan dan menginsafkan. Fir’aun itu adalah manusia dan Fir’aun itu adalah seorang Raja yang dijunjung tinggi, diangkat martabatnya oleh orang-orang besar yang mengelilinginya, jarang yang membantah katanya, walaupun secara lemah lembut, karena orang yang di sekitarnya itu merasa berhutang budi kepada rajanya. Mereka merasa tidak ada arti apa-apa diri mereka itu, kalau tidak raj yang menaikkan pangkatnya dan memberinya gelar-gelar kehormatan. Maka kalau raja itu, atau Fir’aun itu telah duduk seorang diri, hati nuraninya akan berkata tentang dirinya ynag sebenarnya. Hati nurani itulah yang akan diketuk dengan sikap lemah lembut.

Lagi pula telah diketahui dalam rangkaian Qishshah Fir’aun dengan Musa itu bahwa Musa pernah jadi anak angka beliau. Harunpun pernah dianggap anak Bani Israil yang dekat ke Istana.
Masih diharapkan, mudah-mudahan dengan kata-kata yang lemah lembut Fir’aun itu akan sadar lalu ingat bahwa selama hidup dia pasti akan mati. Selama muda dia pasti akan tua, selama sehat dia pasti akan sakit. Betapapun kuat sehat badan manusia, namun kekuatannya itu terbatas. Inilah yang harus diingatnya. Ataupun dia takut akan azab siksa Allah yang betapapun tidaklah dia akan kuasa mengelakkan.
Itulah siasat atau taktik yang dianjurkan Allah kepada Musa dan Harun, sebagai langkah pertama dalam menghadapi Fir’aun.

Tafsir Al-Qur’anul Madjied “An-Nur” (Hasbi ash-Shiddieqq)
“Berbicaralah dengan Fir’aun itu secara lemah lembut, memakai kata-kata yang menarik hati, supaya lebih berkesan pada jiwanya” yaitu Berbicaralah dengan Fir’aun itu secara lemah lembut, memakai kata-kata yang menarik hati, supaya yang demikian itu lebih berkesan pada jiwanya. Karena untuk menghadapi Fir’aun haruslah dengan cara yang lemah lembut dan memakai kata-kata yang dapat menarik hatinya, sebab apabila menghadapi orang yang Fir’aun dengan cara yang keras dan kasar maka sudah pasti Fir’aun tidak akan menerima ajakan tersebut dan malah akan mencaci maki orang yang berkata kasar tersebut.
Karena pada dasarnya manusia adalah makhluk hidup yang tidak ingin diperlakukan kasar oleh siapa saja. Hal itu terjadi karena manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang memiliki akal dan perasaan yang apabila ada orang yang berlaku kasar kepadanya maka orang tersebut jangankan akan menerimanya, mendengarkannya pun terasa berat baginya.

Tafsir Al-Mishbah (M.Quraish Shihab)
Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut yakni ajaklah ia beriman kepada Allah dan serulah ia kepada kebenaran dengan cara yang tidak mengundang antipati atau amarahnya, mudah-mudahan yakni agar supaya ia ingat akan kebesaran Allah dan kelemahan makhluk, sehingga ia terus menerus kagum kepada Allah dan taat secara penuh kepada-Nya atau paling tidak ia terus menerus takut kepada-Nya akibat kedurhakaannya kepada Allah.
Firman-Nya:
فَقُوْلاَ لَهُ قَوْلاً لَيِّنًا لَّعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْيَخْشَى
“Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut”, menjadi dasar tentang perlunya sikap bijaksana dalam berdakwah yang antara lain ditandai dengan ucapan-ucapan sopan yang tidak menyakitkan hati sasaran dakwah. Karena Fir’aun saja, yang demikian durhaka, masih juga harus dihadapi dengan lemah lembut. Memang dakwah pada dasarnya adalah ajakan lemah lembut.

Dakwah adalah upaya menyampaikan hidayah. Kata hidayah yang terdiri dari huruf ha’, dal, dan ya’ maknanya antara lain adalah menyampaikan dengan lemah lembut. Dari sini lahir kata hidayah yang merupakan penyampaian sesuatu dengan lemah lembut guna menunjukkan simpati. Ini tentu saja bukan berarti bahwa juru dakwah tidak melakukan kritik, hanya saja itu pun harus disampaikan dengan tepat bukan saja pada kandungannya tetapi juga waktu dan tempatnya serta susuna kata-katanya, yakni tidak dengan memaki atau memojokkan. Di tempat lain Allah SWT mengajarkan Nabi Musa as. redaksi kalimat yang hendaknya beliau sampaikan kepada Fir’aun, yaitu:
“Adakah keinginan untuk menyucikan diri, dan kuajak menuju jalan Tuhanmu hingga engkau takut dan kagum kepada-Nya?” (QS. An-Nazi’at, [79]: 18-19).

c. korelasi kata قولا لينا dengan public speaking
Kata Qaulan layyinan yang terdapat dalam Al-Qur’an Surat Thaha ayat 44 tersebut telah mengajarkan kepada kita cara-cara yang terbaik ketika akan menyampaikan suatu perkataan atau pendapat kepada orang lain agar mau diterima dan didengarkan, yaitu dalam berbicara haruslah dengan kata-kata yang lemah lembut dan dengan kata-kata yang dapat menarik perhatian orang yang mendengarkannya.

Hal tersebut merupakan salah satu cara berdakwah agar mau diterima orang lain dan kata Qaulan layyinan itu juga mempunyai kaitan atau hubungan yang sangat erat dengan ilmu berbicara di depan public atau sering disebut dengan Public Speaking. Sebab dalam Public Speaking yaitu salah satu metode yang diterapkan dalam berdakwah adalah berbicara dengan lemah lembut dengan tidak menyakiti perasaan audience.
Dengan bersikap lemah lembut dapat membangun beberapa hal dari audience yaitu:

Capability
Dengan berkata lemah lembut kepada audience maka akan menjadikan penjelasan yang disampaikan oleh pembicara menjadi enak dan sistematis yang akan memudahkan audience untuk memahami apa yang disampaikan. Berbeda halnya apabila dalam berbicara di depan publik dengan kata-kata yang keras dan kasar, maka akan menjadikan audience menjadi tertekan dan tidak mau mendengarkan apa yang disampaikan oleh pembicara sebab apabila dalam berbicara di depan publik menggunakan kata-kata yang keras dan kasar menjadikan apa yang disampaikan menjadi tidak enak didengar oleh audience.

Simphatety
Berbicara dengan perkataan yang lemah lembut akan menjadikan suasana antara komunikator dan audience menjadi lebih akrab dan bersahabat. Karena audience merasa lebih dekat dengan komunikator yang tidak berbicara kasar dalam berbicara sehingga terjadilah suasana yang rileks, happy, dan enjoy.

Convincing
Sikap yang ramah, bahasa yang enak, serta penjelasan yang sistematis akan lebih meyakinkan audience atas apa yang disampaikan oleh pembicara dari pada penjelasan dengan perkataan yang kasar. Karena dengan sikap dan perkataan yang lemah lembut pembicara dapat meyakinkan audience sehingga audience benar-benar yakin atas apa yang disampaikan oleh pembicara.


Referensi
Hasbi Ash-Shiddieqq. Tafsir Al-Qur’anul Madjied “An-Nur”.
Tim UII. 1991. Al-Qur’an dan tafsirnya. Penerbit Dana Bhakti Wakaf: Yogyakarta.
Hamka. 1975. Tafsir Al-Azhar. Juz’ XVI. Penerbit Nurul Islam: Jakarta.
Mushthafa Al-Maraghi, Ahmad. Tafsir Al-Maraghi. Jilid 16. Penerbit CV. Toha Putra: Semarang.
Shihab Quraisy. Tafsir Al-Mishbah. Volume 8. Penerbit Lentera Hati: Jakarta.

Ditulis oleh: Ahmad Muflihin sebagai tugas mata kuliah public speaking di Ponpes UII

You Might Also Like