Sirah Nabawiyah

Rabu, Juni 09, 2010 Unknown 0 Comments

PENDAHULUAN

Pada saat kondisi politik, ekonomi, sosial, dan agama baik di Barat maupun Timur sangat kacau, lahir seorang tokoh besar sepanjang masa yang membangun kekuatan Islam di antara dua kekuasaan besar dunia, di Jazirah Arab, sebagai rahmatan lil alamin yaitu Nabi Muhammad SAW. Muhammad diutus dengan misi kenabian, yang mengajarkan, tiada Tuhan kecuali Allah yang mengetahui segala tingkah laku manusia dan membalas atau menghukum sesuai dengan perbuatannya di akhirat nanti.
Setelah nabi Muhammad SAW hijrah ke Yatsrib untuk memenuhi undangan sebagai pendamai antara dua suku yang sedang berseteru, maka nabi segera membangun masyarakat baru, sebuah masyarakat madani atau masyarakat sipil yang kokoh dan nabi mulai menjalankan roda pemerintahan sesuai dengan syariat Islam dan meletakkan dasar-dasar kemasyarakatan Islam di sana sehingga terciptalah sebuah masyarakat yang makmur dan sejahtera.
Kemudian setelah Nabi Muhammad SAW wafat, roda pemerintahan islam diteruskan oleh para sahabat nabi yang terkenal dengan sebutan Al-Khulafa Ar-Rasyidun. Di sinilah bentuk pemerintahan Islam mulai berkembang seperti dengan dibentuknya Majlis Syura’, adanya kepala distrik yang disebut amil, adanya pembagian provinsi yang dikepalai oleh seorang Gubernur, serta adanya pembukuan al-Qur’an.


PEMBAHASAN

Pemerintahan Nabi Muhammad SAW
Beberapa saat sebelum Islam diperkenalkan dan diperjuangkan oleh Muhammad SAW sebagai fondasi peradaban baru, bangsa Arab dan bangsa-bangsa yang ada disekitarnya telah memiliki peradaban. Secara berturut-turut diungkapkan berbagai aspek peradaban Arab pra-Islam, diantaranya, agama, politik, ekonomi, dan seni budaya.
Sejarawan muslim membagi penduduk Arab menjadi tiga kategori, yaitu sebagai berikut:
 al-Arab al-Ba’idah : Arab Kuno
 Arab al-Arabiyah : Arab pribumi dan
 Arab al-Mustaribah : Arab pendatang

Pada saat kondisi politik, ekonomi, sosial, dan agama baik di Barat maupun Timur sangat kacau, lahir seorang tokoh besar sepanjang masa yang membangun kekuatan Islam di antara dua kekuasaan besar dunia, di Jazirah Arab, sebagai Rahmatan lil Alamin yaitu Nabi Muhammad SAW. Pada 570 atau 571 M orang Habsy (Abysnia) kalah dalam menyerang kota Mekah. Mereka menunggang gajah maka tahun itu disebut tahun gajah. Pada 29 Agustus pada tahun tersebut bertepatan dengan 12 Rabiul Awal lahir Muhammad sebagai pembawa Islam.
Dalam pemerintahannya, Rasulullah mengambil sistem gradual dalam berdakwah, diawali dari ruang lingkup keluarga, internal suku Quraisy, lalu secara bertahap melebar keluar tidak secara vulgar dan materi dakwah yang diprioritaskan oleh Rasul yakni tentang penanaman akidah.


Masa Pemerintahannya
Pemerintahan yang dibentuk Nabi di Madinah, terdapat beberapa hal yang prinsipel dan pokok seperti termuat dalam Piagam Madinah, terdiri dari 47 pasal di antaranya adalah sebagai berikut:
Negara dan pemerintahan Madinah adalah bercorak teokrasi yang dikepalai oleh seorang Rasul yakni Muhammad dan ia adalah pemimpin agama. Ia membuat UU atas dasar al-Quran. Walaupun nabi adalah kepala pemerintahan, namun kedaulatan ada di tangan Allah.
Kepunyaan Allahlah segala yang ada di langit dan segala di bumi. Dan sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kaya dan Maha Terpuji. Dan Kepunyaan Allahlah yang ada di langit dan di bumi. Apakah kamu tidak melihat bahwasanya Allah menundukkan bagimu apa yang ada di bumi dan bahtera yang berlayar di lautan dengan perintahnya. (Q. S. 22 {al-hajj}: 64-65)

Muhammad SAW sebagai pelaksana, namun ia tidak dapat mengabaikan kedaulatan rakyat. Seperti waktu darurat ia menerima keputusan Majlis Syura dan pemerintahan ini juga tidak bercorak monarki tapi republik. Negara islam yang dikepalai Muhammad, memberi kemerdekaan individu, kebebasan beragama, hak sebagai warga sosial dan negara, juga kedaulatan di tangan Allah dan diakui Nabi berkuasa penuh sebagai kepala Negara. Oleh karena itu, para ahli menyebutnya sebagai Islamic State. Ahli politik Barat seperti Bodin, Austin, dan Hobbes menyatakan, bahwa dalam pemerintahan di Madinah Allah memilki de jure sovereignty sedang Muhammad memiliki de facto sovereignty.
Langkah kebijakan yang pertama kali yang ditempuh Nabi setiba di Madinah adalah membangun Masjid, yang merupakan pusat kegiatan pemerintahan Islam. Selain itu, sebagai tempat ibadah, majid tersebut juga berfungsi untuk kantor pemerintah pusat dan sebagai kantor peradilan.
Muhammad menghapuskan segala feodal dan perbedaan kelas. Pada kala seorang sahabatnya bernama Abu Zarr al Giffari memanggil sahayanya dengan kata-kata “hai anak orang hitam!”, Nabi marah besar kepadanya, bahwa manusia adalah sama di sisi Tuhan, tidaklah boleh memandang rendah kepada siapapun. Kemudian Muhammad menganjurkan supaya selalu “musyawarah” dan menanamkan terus akan prinsip demokrasi yang sejati.
Dengan demikian, jelas bahwa pemerintahan yang didirikan oleh nabi Muhammad SAW di Madinah memiliki ciri khas tersendiri dan sebagai sebuah institusi pemerintahan yang berdaulat. Muhammad SAW adalah kepala negara, sekaligus kepala angkatan bersenjata, ketua pengadilan, dan tanggung jawab atas departemen-departemen yang dibentuknya. Dalam proses penyebaranya, Islam pada masa Nabi mengakomodir setiap budaya lokal yang dinilai bermanfaat bagi kelangsungan pemerintahan Islam. Namun, lebih jauh mengenai pertukaran budaya dan pemikiran antara Islam dan peradaban di luar Islam terjadi pada masa kekhalifahan Umayah dan mencapai puncak keemasanya semasa Abbasiah.
Pemerintahan Al-Khulafa Ar-Rasyidun
Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq
Periode Abu Bakar 11 H/632 M-13 H/634 M, sangat singkat hanya dua tahun lebih, ia mampu mengamankan negara baru Islam dari perpecahan dan kehancuran, baik di kalangan sahabat mengenai persoalan pengganti Nabi maupun tekanan-tekanan dari luar dan dalam. Seperti ekspedisi ke luar negeri (kirim kembali Usamah ibn Zaid ke Syam), menghadapi para pembangkang terhadap negara dengan tidak mau bayar pajak (zakat), dan penumpasan nabi-nabi palsu. Khalifah membagi negerinya dengan 12 wilayah (termasuk Usama yang ditugaskan ke Syam) dengan 12 bataliyon juga yang masing-masing dikepalai seorang jenderal. Pengiriman tentara secara serentak untuk menghadapi para pembangkang di daerah-daerah Jazirah Arab guna memanfaatkan sumber daya manusia yang besar dan menganggur. Ali ditugasi untuk mengamankan kota Madinah yang keamanannya sangat parah. Ia menunaikan tugasnya dengan baik dan hal ini adalah jawaban, bahwa meskipun terlambat membai’at hampir “enam” bulan setelah wafatnya nabi, karena menghormati perasaan/jiwa istrinya, Fatimah binti Muhammad, namun ia tetap mendukung kebijaksanaan pemerintahan Abu Bakar sebagai khalifah yang sah (Rahman, 1977: 58-59 dan Muir, 1892: 11-14).
Masa Pemerintahannya
Semenjak diresmikan sebagai khalifah, Abu bakar menghadapi berbagai permasalahan. Munculnya nabi palsu, timbulnya kaum munafik dan penentangan kewajiban zakat. Nabi muhammad SAW sebelum meninggal mengirimkan ekspedisi ke wilayah Syam --pada saat itu Syam masih termasuk bagian dari Bizantium, bukan wilayah Arab-- yang dipimpin oleh Usamah ibn Zaid yang berusia kurang lebih dua puluh tahun. Perintah pertama yang dikeluarkan oleh khalifah adalah meneruskan pengiriman ekspedisi Usamah ke Syam, para sahabat termasuk Umar ibn Khattab keberatan atas pengiriman ekspedisi tersebut dengan alasan, terlebih dahulu mengamankan kota Madinah dari huru-hara dan serangan dari para pembangkang, namun Abu Bakar dengan tegas tidak menghiraukannya dan ambil kebijakan baru yang akhirnya disetujui olah Majlis Syura’. Hasil kebijakan tersebut jika diamati, di satu sisi musuh-musuh besar pemerintahan Abu Bakar di luar negeri yaitu Sasania di timur Romawi di barat beranggapan bahwa pemerintahan Madinah mampu mengirim ekspedisi jauh ke luar Madinah, Syam, menandakan dalam negerinya tentu aman dan pemerintah yang baru ditinggal Muhammad damai, tenteram, dan sangat kuat.
Dr. Syukri Faisal dalam bukunya “Al Mujtama’at el Islamiyah fil qarn el awwal” (Masyarakat Islam dalam abad pertama) menunjukkan dua peristiwa penting yang memberi karakter kepada masa Khulafaur rasyidin ini. Keduanya ialah:
1. Hurub ahler riddah, yang dapat dinamakan “tindakan pembersihan” yaitu peperangan yang dilakukan membasmi kaum riddah yang membalik menentang Islam. Tindakan pembersihan terhadap kaum kontra revolusi dan pengkhianat negara ini, bukan saja dilakukan terhadap mereka yang melakukan riddah, tetapi juga terhadap mereka yang tidak mau membayarkan zakat. Tindakan itu dijalankan secara konsekuen di zaman Khalifah Abu Bakar, sehingga Negara Islam dapat dibersihkan dari analisir-analisir yang berbahaya.
2. Al futuh, yang dapat dinamakan “tindakan pembebasan”, yaitu peperangan yang dikobarkan untuk membebaskan daerah-daerah dan rakyat dari penjajahan dan penindasan. Jika tindakan yang pertama di atas adalah tindakan “ke dalam”, maka tindakan yang kedua ini adalah tindakan “ke luar”, di mana umat Islam berhadapan dengan negara-negara penjajah yang berkuasa besar di masa itu. Adapun tindakan pembebasan ini dulakukan atas tiga tindakan:
a. terhadap daerah-daerah Arabia, ialah tanah-tanah Palestina dan Syria dari penjajahan Romawi, dan tanah-tanah Iraq dan Yaman dari penjajahan Persi.
b. daerah-daerah di luar Arabia, ialah Mesir dan seluruh Afrika Utara dari penjajahan Romawi, dan daerah –daerah lainnya.
c. pembebasan rakyat dari pemerintahnya yang zalim, seperti meruntuhkan pemerintah Persi yang despotis dan kejam.
Dengan kedua gerakan penting ini, maka sebagai kata Dr. Syukti Faisal “tercapailah suatu masyarakat baru yang kompak di zaman Khalifah II Umar, yang merupakan hanya satu kelas saja yang satu coraknya, ialah masyarakat Islam”.
Program Abu Bakar selanjutnya, yakni memproyekkan pengumpulan dan penulisan ayat-ayat al-Qur’an. Program ini dicanangkan atas usulan Umar ibn Khattab sedangkan pelaksanaannya dipercayakan kepada Zaid ibn Tsabit.
Corak pemerintahannya yang sentralistis sebagaimana diterapkan nabi berdasarkan al-Qur’an dan sunah, namun demikian dalam urusan kenegaraan nabi tetap mengutamakan musyawarah dalam memutuskan berbagai persoalan, seperti gaji tentara, penetapan departemen, pemilihan ofisial, penetapan pajak, mengirim dan menerima duta besar, dan sebagainya. Hal lain yang dilakukan khalifah adalah menugaskan Umar ibn Khattab sebagai hakim dan Usman ibn ‘Affan sebagai deputy yang mengurusi kesekretariatan negara bersama dengan Zaid ibn Tsabit.
Gambaran yang agak lengkap dari pemerintahan Abu Bakar ini, diterangkan oleh Wilfrid Scawen Blunt sebagai berikut:
“he not only administrated the religious law, but was it’s interpreater and architect. He sat everyday in the Majlis, or open court of justice, and decided there questions or devinity as well as jurisprudence. He publicly led the prayer in the Mosque expounded the Koran, and preached every Friday from the pulpit”
Khalifah Umar ibn Khattab
Masa pemerintahan Umar ibn Khattab sepuluh tahun enam bulan, yaitu dari 13 H/634 M-23 H/644 M. Setelah memangku jabatan kekhalifahan, Umar melanjutkan kebijakan perang yang telah dimulai oleh Abu Bakar untuk menghadapi tentara Sasania maupun Bizantium baik di front Timur (Persia), Utara (Syam) maupun di Barat (Mesir).
Sewaktu menerbitkan buku “Umar the Great”, Sh. Muhammad Ashraf mengatakan:
“di belakang Nabi Muhammad SAW, Umar ibn Khattab terkenal ke seluruh dunia sebagai Penakluk terbesar yang pertama, Pendiri, Penguasa (Administrator) dari Imperium Muslim. Selama pemerintahan khilafahnya, dia telah menanamkan panji-panji kemenangannya meliputi seluruh jazirah Arabia.”
Maulana Zafar Ali Khan yang memberi muqaddimah bagi buku itu membandingkan Umar dengan segala orang-orang besar yang pernah di belakang namanya diberi gelaran “The Great” dikatakannya:
“Alexander dari Macedonia, Yulius Cesar dan Napoleon dipanggilkan Agung sebagai seorang Gubernur yang berkuasa besar dan seorang Administrator, Peter dan Frederick disebutkan Agung, karena pemerintahannya yang berkembang memedamkan kekacauan dan membuat segala bangsa respek kepadanya, Sulaeiman dan Yustinianus juga dihormati “’Agung”, karena yang pertama dipandang bijaksana dan potensinya yang sangat mulia yang senantiasa hidup, sedangkan yang kedua adalah pembuat undang-undang yang besar. Akan tetapi Umar ibn Khattab adalah agung dari semuanya itu, karena semua keagungan yang terdapat pada semua Agung yang lainnya, pada Alexander, Yulius Cesar, Napoleon, Peter, Frederick, Yustinianus, dan Salomon, semuanya secara komplit terdapat dan terkumpul pada dirinya”.

Masa Pemerintahannya
Umar melakukan reformasi dalam pemerintahan. Selama memimpin dalam kurun waktu sepuluh tahun, ia termasuk pemimpin yang berhasil terutama bagi kesejahteraan rakyat dan peraturan Islam yang semakin kokoh. Dalam pemerintahannya, ada Majlis Syura', Bagi Umar tanpa musyawarah, maka pemerintahan tidak bisa jalan. Di sisi lain, ia bukan hanya menanamkan nasionalisme Arab --Arab untuk Arab--, demi kekuasaan dan kesatuan negara, juga yang paling utama adalah, in arabia there shall be no faith but the faith of Islam (Muir, 1892: 156), dapat diartikan, bahwa di negeri Arab tidak akan ada kepercayaan (kesetiaan) selain Islam. Umar mengusir Yahudi dari Khaibar dan Kristen di Nazran. Namun demikian, mereka mendapatkan ganti rugi. Yahudi dan Nasrani sering kali merongrong pemerintahan Islam. Mereka (dzimmi) dengan membayar Jizyah -- Pajak kepala yang populer pra-Nabi di Sasania sebagai Gezit dan di Bizantium sebagai Tributum Capitis-- akan dijamin keamanannya oleh pemerintah Islam (Muir, 1892:155-156, Husaini, 1949: 40-45, dan Rahman, 1977: 49-50). Umar membentuk departemen dan membagi daerah kekuasaan Islam menjadi delapan provinsi. Setiap provinsi dikepalai oleh seorang wali (selanjutnya pada masa Muawiyah, Dinasti Umayah kepala daerah itu disebut amir). Setiap provinsi didirikan kantor gubernur. Umar juga membentuk kepala distrik yang disebut 'amil. Pada masanya, setiap pejabat pemerintahan sebelum diambil sumpah terlebih dahulu diaudit harta kekayaannya oleh tim yang dibentuk oleh Umar (Husaini, 1949: 40-41). Rakyat miskin mendapatkan makanan pokok murah, bahkan kadangkala diberikan secara cuma-cuma.
Kebijakan yang paling fenomenal adalah kebijakan ekonomi Umar di Sawad (daerah subur). Umar mengeluarkan dekrit, bahwa orang Arab termasuk tentara dilarang transaksi jual beli tanah di luar Arab. Hal ini memancing reaksi dari anggota Syura', namun Umar memberi alasan, mutu tentara Arab menurun, produksi menurun, negara rugi 80% dari pendapatan, dan rakyat akan kehilangan mata pencaharian (sawah) menyebabkan mereka akan mudah berontak terhadap negara. Sebaliknya, sebelum Islam tentara Sasania dan Romawi merampas tanah-tanah subur dari daerah-daerah yang mereka kuasai dari tangan petani dan hal ini berlanjut sampai masa Abu Bakar di mana tanah-tanah taklukan itu dimiliki oleh tentara 4/5 bagian dan sisanya disebut al-Khums bagi kepala negara. Umar melarangnya dengan alasan-alasan tersebut di atas. Sebagai solusi, guna mengatasi gejolak keuangan, ia memberi gaji tetap kepada tentara dan pensiun kepada seluruh sahabat nabi. Maka sejak Umar terbinalah regular army yang tinggal di berbagai sudut kota.
Pada masanya, khalifah Umar menerapkan pajak perdagangan (bea cukai) yang bernama al-Ushur sebagai pendapatan negara, juga adanya lembaga resmi dari penanggalan Islam yaitu dengan dimulai menurut tahun Qomariyah dan menetapkan peristiwa Hijrah menjadi awalnya.
Khalifah Umar adalah peletak dasar-dasar administrasi pemerintahan Islam. Ia membagi wilayah Islam sejumlah propinsi yang masing-masing dipimpin seorang gubernur, yakni propinsi Makkah, Madinah, Jazirah, Basrah, Masir, dan Palestina. Umar mengambil langkah-langkah khusus untuk meningkatkan pertanian dengan cara menggali sistem irigasi. Ia juga memberlakukan sistem tunjangan (pensiun) masa tua yang berbeda dengan segala sistem pensiun yang ada di dunia dewasa ini. Mereka yang cacat dan lemah fisik diberi tunjangan kesejahteraan diri dari dana baitul mal. Sekolah dan masjid banyak didirikan di seluruh penjuru kota propinsi.
Khalifah Utsman ibn ‘Affan
Periode Utsman ibn Affan selama dua belas tahun, yaitu dari 23 H/644 M-35 H/655 M. Permulaan buruk bagi masa pemerintahan Khalifah Utsman ibn Affan sudah terlihat, dengan mati dibunuhnya Khalifah II Umar ibn Khattab oleh Abu Lu’lu (orang Persia). Meskipun masa pemerintahannya adalah masa yang terpanjang dari segala Khalifah di zaman Khulafaur Rasyidin, yaitu 12 tahun, tetapi tidaklah seluruhnya menjadi masa yang baik dan sukses baginya. Sebagai catatan, masa pemerintahan Utsman dibagi dalam dua periode, yaitu Pada Periode Kemajuan dan Periode Kemunduran sampai ia mati terbunuh. Sebagaimana yang dikatakan Sir William Muri tentang masa pemerintahannya “masa pemerintahan Utsman dapat bertahan selama 12 tahun. Adapun lazim dikatakan, bahwa 6 tahun yang pertama adalah populer, sedangkan 6 tahun yang akhir agak menyedihkan”.
Masa Pemerintahannya
Tidak dapat dipungkiri bahwa upaya perluasan wilayah imperium Islam berhasil secara gemilang pada masa pemerintahan Utsman. Utsman tidak hanya berhasil mengalahkan gerakan pembangkang, tetapi juga berhasil menundukkan negeri Afganistan, Turkhistan, dan Khurasan menjadi bagian dari wilayah kekuasan Islam. Pada masanya terjadi kemenangan gemilang yang pertama oleh armada laut atas kepulauan Cyprus. Pelabuhan dan kota Alexandria dapat direbut kembali dari pendudukan Romawi, hingga akhirnya kekuatan kaisar Romawi benar-benar tidak berdaya.
Sesuai dengan keterangan William Muri di atas, bahwa 6 tahun pertama dari pemerintahannya adalah berjalan lancar, sangat populer. Banyak jasa yang ditinggalkannya selama masa itu, baik keagamaan maupun kenegaraan.
- Misalnya mengenai soal kemenangan, dunia menyaksikan perjuangan Islam yang sangat besar, meluas dari timur sampai ke barat; ke timur mencapai Asia Tengah, sedangkan ke barat berlanjut ke Afrika Utara.
- Di samping itu, dialah Khalifah Islam yang pertama kali mengerahkan adanya Angkatan Laut Islam, dengan memerintahkan kepada Gubernur Mu’awiyah di Syam supaya mempersiapkan kapal-kapal perang yang akan menggempur Konstantinopel dari laut. Meskipun Angkatan Laut yang pertama ini belum mencapai sasarannya, tetapi dapat merebut beberapa kepulauan di Laut Putih Tengah, yaitu Siprus, Kreta, Rhodus, dan lainnya.
- Di dalam soal pemerintahan, dialah yang pertama kali mengadakan kantor khusus bagi Mahkamah (Pengadilan), sedang dahulunya hanya dilakukan di dalam Masjid.
- Jasa-jasanya di lapangan keagamaan yang tidak dapat dilupakan sampai sekarang, ialah mengirmkan kitab-kitab suci al-Qur’an ke berbagai kota besar Islam. Dipinjamnya kitab suci yang waktu itu hany satu-satunya berada di tangan istri Nabi Siti Hafsah, lalu diperbanyaknya menjadi 5 buah dan kemudian disebarkannya kepada kota-kota Islam, yaitu Mesir, Kufah, Damaskus, dan Basrah, sedangkan yang satu dari padanya disimpan di Ibu Kota Madinah. Sebab itu sampai sekarang tetap disebutkan “Mushaf Utsmaniy”.
Setelah lewat 6 tahun yang pertama, usia Khalifah Utsman sudah mencapai 76 tahun, maka terjadilah kelemahan-kelemahan dalam pemerintahannya. Wibawa pemerintahannya tidak mampu untuk menghalangi kezaliman para pembesarnya, baik di pusat maupun di daerah, sehingga rakyat merasa perlu mempertahankan hak-haknya dengan menempuh segala jalan. Segala kezaliman itu memancing terjadinya kemarahan rakyat.
Faktor utama yang menyebabkan kemunduran dalam pemerintahan Khalifah Utsman ibn Affan dalam 6 tahun terakhir adalah tuduhan bahwasanya Khalifah Utsman melakukan nepotisme. Ia mengangkat sanak saudaranya dalam jabatan-jabatan penting di pemerintahan. Kemudian faktor lain yang turut mengacaukan suasana adalah persoalan ekonomi termasuk masalah pertanahan yaitu dikuasainya tanah-tanah di luar Arab oleh orang Arab sehingga rakyat di sana kehilangan mata pencariannya. Kemudian faktor yang lainnya yaitu penemuan surat yan intinya ”perintah khalifah kepada para amir, setibanya mereka ke daerah masing-masing –terutama Bashrah, Kufah, dan Mesir—bunuhlah mereka”, yang ini adalah dikarenakan salah penafsiran bahasa Arab, kemungkinan besar rekayasa Ibn saba’.
Telah disebutkan, bahwa kelemahan Khalifah Utsman adalah lanjut usia dan mudah tunduk pada tuntunan pada pembangkang. Di sini yang salah adalah ketulusan, kesederhanaan, kesalehannya yang penyabar dan berhati mulia.
Khalifah Ali ibn Abi Thalib
Dalam kondisi genting pasca terbunuhnya Utsman ibn Affan, beberapa orang yang teridentifikasi sebagai pembunuh Utsman baik secara langsung atau tidak menunjuk Ali ibn Abi Thalib. Semulai ia menolak dan mengusulkan agar mereka memilih dari senior yang lain seperti Talha dan Zubair. Akan tetapi, karena adanya tekanan dengan permintaan serius dari kawan-kawan dekatnya serta sahabat-sahabat yang lain, maka pada hari keenam pasca terbunuhnya Utsman, Ali terpilih menjadi Khalifah keempat dalam periode Al-Khulafa Ar-Rasyidun selama empat tahun sembilan bulan dari 35 H/655 M-40 H/661 M.
Meskipun masa pemerintahan Ali ibn Abi Thalib pendek sekali yaitu empat tahun sembilan bulan atau kurang lebih lima tahun, tetapi dipenuhi oleh pertentangan di dalam negeri, yang diakhiri dengan pengangkatan senjata yang dikenal dengan “perang saudara”.
Masa Pemerintahannya
Sekalipun Khalifah Ali menyadari perkembangan gerakan pemberontak yang mengancam stabilitas nsional, namun Ali berusaha menghindari pecahnya peperangan antara sesama umat Islam yang hanya akan semakin merusak keamanan dan kejayaan imperium Islam. Oleh sebab itu, Khalifah Ali mencoba untuk memperbaiki pemerintahan yang dijalaninya. Langkah pertama yang dilakukannya adalah Ali memecat para Gubernur yang sewenag-wenang yang diangkat oleh Utsman, termasuk salah satunya adalah Muawiyah di Syam, karena ia dianggap sebagai provokator untuk menuntut turun jabatan politik ia baru duduki. Kemudian Ali menarik tanah ynag oleh Utsman dihadiahkan kepada para pendukung dan hasil tanah tersebut diserahkan ke kas negara. Di samping itu, Ali berusaha kembalikan pemerintahan Islam seperti masa Umar. Akan tetapi, ibarat menjahit pakaian yang sudah usang yaitu apabila dijahit maka hanya akan semakin bertambah saja robeknya. Begitu pula halnya dalam pemerintahan Ali, yaitu setelah terbunuhnya Khalifah III Utsman ibn Affan maka perpecahan di antara umat Islam tidak terelakkan lagi. Kondisi kacau tersebut mengakibatkan perang saudara yaitu perang Jamal, Siffin, dan Nahrwan terjadi.

KESIMPULAN

Dalam Pemerintahannya, Muhammad SAW adalah kepala negara, sekaligus kepala angkatan bersenjata, ketua pengadilan, dan tanggung jawab atas departemen-departemen yang dibentuknya. Dalam proses penyebaranya, Islam pada masa Nabi mengakomodir setiap budaya lokal yang dinilai bermanfaat bagi kelangsungan pemerintahan Islam. Demikianlah Nabi Muhammad SAW telah mengabdikan dirinya 23 tahun lamanya untuk menegakkan suatu cita-cita tinggi dan agung, ialah Islam. karena perjuangannya yang maha hebat dan luar biasa itu, beliau diakui Tuhan sebagai ayat sering disebutkan “Rahmatan lil Alamin”.
Sedangkan Pemerintahan Khulafaur Rasyidin merupakan contoh yang utama dan istimewa dalam sejarah dunia, digambarkan oleh H.O.S Tjokroaminoto sebagai berikut:
“buat pertama-tama kali di dalam riwayat dunia hak akan menjadi Kepala Kerajaan digantinya dengan hak yang terdapat karena pilihan (Khalifah). Kaum pemerintah membangkit-bangkitkan hati dan memberani-beranikan di dalam jalannya pemerintahan”
“kerajaan (staat) adalah genggaman sekalian rakyat, yang semuanya bertakluk dan menganut satu hukum, bukan bikinan manusia, tetapi hukum yang diturunkan oleh Tuhan yang Maha Luhur, Maha Kuasa, dan Maha Adil”.

Ditulis oleh: Ahmad Muflihin sebagai tugas mata kuliah sirah nabawiyah di Ponpes UII

DAFTAR PUSTAKA

Karim, M.Abdul, Sejarah Pemikiran dan Peradaban islam, Yogyakarta, Pustaka Book Publisher, 2009.
K. Ali, Sejarah islam (tarikh Pramodern), Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, 1997.
Abidin Ahmad, H.Zainal, Sejarah Islam dan Umatnya sampai sekarang, Jakarta, Bulan Bintang, 1977.
M. Sularno, hand out mata kuliah Pemikiran dan Peradaban Islam, Yogyakarta, 2007/2008.
Khan, Abdul Wahab, Rasulullah di mata Sarjana Barat, Yogyakarta, Mitra Pustaka, 2001.








You Might Also Like