Biografi Tetsuko Kuroyanagi (Totto Chan)

Sabtu, Juni 19, 2010 Unknown 1 Comments

Biografi

Tetsuko Kuroyanagi lahir 9 Agustus 1933 di Tokyo. Tetsuko Kuroyanagi adalah seorang aktris Jepang internasional yang terkenal, seorang pembawa acara talk show, seorang penulis buku anak terlaris , World Wide Fund untuk penasihat Alam, dan Goodwill Ambassador untuk UNICEF. Dia terkenal dengan karya amal, dan dianggap sebagai salah satu selebriti Jepang pertama yang mencapai pengakuan internasional. Pada tahun 2006, Donald Richie dimaksud Kuroyanagi dalam bukunya Potret Jepang: Foto-foto Orang yang berbeda-beda sebagai "yang paling populer dan dikagumi wanita di Jepang" .


Awal Kehidupan

Tetsuko Kuroyanagi lahir di Nogisaka, Tokyo pada tahun 1933. Ayahnya seorang pemain biola dan concertmaster. Totto-chan adalah nama panggilan Tetsuko Kuroyanagi saat masih anak-anak. Menurut Memoar Otobiografinya 1981, Kuroyanagi pergi ke SD Tomoe (Tomoe Gakuen) ketika ia masih muda. Setelah itu, ia belajar di Tokyo College of Music, jurusan opera, karena ia bermaksud untuk menjadi seorang penyanyi opera. Setelah lulus dari Universitas Tokyo Ongaku pada tahun 1979, dia tertarik untuk bertindak dalam industri televisi hiburan, sehingga dia bergabung di Tokyo Hōsō Gekidan dan pelatihan di Mary Tarcai Studio di New York. Selanjutnya, ia menjadi aktris Jepang pertama yang dikontrak ke Jepang Broadcasting Corporation (NHK).

Mengkaji Tetsuko Kuroyanagi dan Kobayashi

Sabtu, Juni 19, 2010 Unknown 0 Comments

(Dalam Totto Chan, Gadis Cilik di Jendela)

Totto Chan, Gadis Cilik di Jendela, merupakan cerita kenang-kenangan masa kecil dari Tetsuko Kuroyonagi di suatu sekolah dasar. Totto Chan gadis kecil berumur 7 tahun, sulit diterima di sekolah umum karena hiperaktif. Sejak dikeluarkan dari sekolah lamanya, ia kemudian bersekolah di Tomoe Gakuen, sekolah dengan kelas-kelas gerbong kereta, dan di sanalah ia berjumpa dengan Sassaku Kobayashi. Latar belakang cerita adalah awal Perang Dunia II. Sekolah itu selesai riwayatnya bersamaan dengan peristiwa pemboman Amerika atas Jepang. Buku ini ia persembahkan untuk seorang pendidik, Sassaku Kobayashi, pendiri dan Kepala Sekolah Tomoe Gakuen. Buku tersebut telah menginspirasi banyak pendidik sampai sekarang, hingga menjadi acuan wajib sekolah-sekolah dasar di Jepang.

Makna yang dapat ditafsirkan dari cerita Tetsuko tentang sistem pendidikan yang ia terima di sekolah dasar adalah suatu pembebasan. Tepatnya, pendidikan yang membebaskan. Kobayashi lebih dulu memikirkan dan sudah mempraktikkan suatu sistem pendidikan yang membebaskan itu, ketika Paulo Freire, seorang tokoh terkenal dalam pendidikan yang membebaskan, mungkin masih menggelisahkannya.

Sebelum mendirikan sekolah dasar Tomoe Gakuen, Kobayashi melakukan studi dengan mengunjungi berbagai sekolah di Eropa selama dua tahun. Ia juga belajar euritmik dari Emile Jaques Dalcroze di Paris. Sebelumnya ia telah menamatkan sekolah musiknya di Departemen Pendidikan Musik di Universitas Seni dan Musik di Tokyo. Persahabatannya dengan komposer Dalcroze, melahirkan Asosiasi Euritmik Jepang selain sekolah Tomoe Gakuen yang ia dirikan tahun 1937 itu. Euritmik adalah semacam pendidikan tentang ritme. Ketika anak-anak mendengar ritme musik ini, mereka tidak hanya berhenti pada indra pendengaran, tapi juga belajar mengolahrasakan. Dalcroze menciptakan euritmik setelah melihat bagaimana anak-anak berlarian dan berloncat-loncatan. Irama musik ini khusus untuk olahraga. Bagi Kobayashi:
Euritmik adalah olahraga yang menghaluskan mekanisme tubuh; olahraga yang mengajari otak cara menggunakan dan mengendalikan tubuh; olahraga yang memungkinkan raga dan pikiran memahami irama. Mempraktikkan euritmik membuat kepribadian anak-anak bersifat ritmik; kuat, indah, selaras dengan alam, dan mematuhi hukum-hukumnya.

Kobayashi sangat yakin, euritmik yang diciptakan oleh Dalcroze adalah salah satu cara mengembangkan kepribadian anak-anak secara alamiah, tanpa terlalu dipengaruhi oleh orang dewasa.
Sekolah Tomoe yang didirikan Kobayashi mempunyai lambang dua tanda koma berwarna hitam dan putih yang berpadu membentuk lingkaran sempurna. Lambang itu mempunyai arti keselarasan tubuh dan pikiran, atau keseimbangan tubuh dan pikiran. Menurut Tetsuko:
Kobayashi tidak menerapkan sistem pendidikan yang berlaku umum saat itu. Yaitu sistem pendidikan yang menekankan pada kata-kata tertulis dan cenderung menyempitkan persepsi indrawi anak-anak terhadap alam. Sistem itu juga menghilangkan kepekaan intuitif mereka akan suara Tuhan yang pelan dan menenangkan, yaitu inspirasi.

Konsep berpikir tentang perkembangan alamiah anak juga sudah diterapkannya ketika ia mendirikan taman kanak-kanak sebelum Tomoe berdiri. Baginya, ia tidak ingin memaksa anak-anak tumbuh sesuai bentuk kepribadian yang sudah digambarkan. Dalam praktiknya di sekolah Tomoe, guru memberikan semua mata pelajaran yang ditulis di papan, dan setiap anak dapat memilih mana dulu yang ingin dikerjakan. Guru tinggal membantu, jika anak-anak mengalami kesulitan.

Kobayashi menekankan kepercayaan pada anak-anak untuk dapat menyelesaikan masalahnya sendiri, coba kau baca, apa yang kau pikirkan jika seorang anak kecil membuka tutup kakus [pada masa itu wc masih berbentuk kakus], lalu mengeluarkan seluruh kotoran ke permukaan tanah dengan gayung. Ia memang mempunyai alasan, mengambil dompetnya yang terjatuh di dalam bak penampungan kotoran, saat ia ingin tahu dan mengintip ke dalam lubang gelap bak kakus tersebut. Bagiku sulit dibayangkan, ada orang dewasa seperti Kobayashi yang bisa berkata dengan tenang: “Kau akan memasukkan kembali, kalau sudah selesai kan?” Mendapatkan respon seperti itu, Totto Chan pun memasukkan kembali kotoran dalam lubangnya, juga memasukkan tanah yang basah, kemudian meratakan tanah, menutup kembali lubang itu dengan rapi lalu mengembalikan gayung yang dipinjamnya dari gudang tukang kebun.

Kobayashi memahami, pendidikan adalah mengalami. Belajar tidak harus dalam ruangan seperti layaknya sekolah-sekolah lain. Gerbong kereta adalah ide yang sangat imajinatif, dan bersahaja. Sekolah tidak menggunakan seragam, dan bahkan dianjurkan dengan baju yang tidak bagus. Karena sekolah adalah main,dan memang main bagi anak-anak sangat intim dengan kotor dan kerusakan baju, sobek sana-sini.

Kobayahi juga memberikan afeksi dengan kedekatan emosianal pada anak-anak. Ia tidak berjarak. Ia pun memberikan peluang besar bagi anak-anak mengartikulasikan pikiran-pikirannya di depan banyak orang. Dan satu hal, ia mengajari bagaimana menghargai anak-anak perempuan. Ia juga memberi kesempatan bagi anak-anak yang secara umum dikatakan cacat tidak merasa rendah diri. Dalam suatu pelajaran renang, anak-anak dibiarkan telanjang, dengan tidak memaksa, ia menganjurkan itu. Ia menanamkan suatu pelajaran, supaya anak-anak yang mempunyai cacat tubuh sejak usia dini tidak minder dan berusaha menutupi kecacatannya dalam pakaian. Ia ingin anak-anak merasakan penerimaan orang lain terhadap kecacatannya. Kobayashi pun yakin, dalam dunia anak-anak, yang wajar adalah anak-anak yang punya rasa keingintahuan sesuai dengan usianya tentang perbedaan jenis kelamin.

Sistem pendidikan yang dipikirkan dan dipraktikkan Kobayashi menurutku merupakan suatu perlawanan terhadap sistem pendidikan yang tengah ada. Waktu itu sistem pemerintahan di Jepang menganut fasisme. Ambisi Jepang untuk menjadi Negara terkuat di Asia, menyeretnya bersekutu dengan Musolini dan Hitler. Model pendidikan Kobayashi, meskipun kecil dan sangat marjinal tapi bertentangan dengan sistem pendidikan yang telah ada. Meskipun demikian pemerintahan Jepang secara resmi tetap mengizinkan praktik pendidikan model Kobayashi. Bahkan di lingkungan Departemen Pendidikan Jepang, Kobayashi mendapat tempat dan sangat dihormati.

Menurut Tetsuko, diterimanya model pendidikan yang tidak konvensional itu, karena Kobayashi tidak mempublikasikan sistem pendidikannya, sehingga tidak mengundang perhatian banyak masyarakat. Setelah pemerintah Jepang yakin, bahwa model pendidikan Kobayashi, di tataran anak-anak itu tidak membawa akibat secara langsung bagi kestabilan politik Jepang.

Bagaimanapun pendidikan adalah aparat yang paling penting dalam menanamkan ideologi menurut Althusserl. Apalagi dengan model pendidikan yang menyenangkan baik yang dirasakan keluarga dan anak-anaknya, yang ditawarkan Kobayashi: mengajarkan empati pada orang lain, rasa tanggung jawab, jiwa altruis, menghargai sesama, tidak rasialis [diajarkan oleh ibu Totto Chan pada putrinya, saat menghadapi diskriminasi orang korea di komplek rumahnya], mengajarkan open mind [saat kedatangan anak Jepang pindahan dari sekolah di Amerika, Kobayashi mengajarkan menerima dan memberi, sikap berbagi, meskipun suasana saat itu Jepang sedang memusuhi yang berbau Amerika]. Namun menurut Althusser, kebaikan guru yang langka ini tanpa disadari telah dimanfaatkan oleh sistem kapitalisme yang kelak tertancap kuat di Jepang setelah kekalahannya pada PD II, dan era restorasi. Hasil-hasil pendidikan Kobayashi toh pada akhirnya bermuara pada produksi; baik buruh maupun intelektual buruh kolektif, agen-agen eksploitasi, dan agen-agen represi.

Alangkah skeptisnya Althusserl dalam hal ini. Andai pendidikan yang membebaskan pun pada akhirnya terikat suatu ketidakmerdekaan, alangkah sia-sianya orang memikirkan itu, baik Kobayashi maupun beberapa tahun sesudahnya, seperti halnya Paulo Freire di Brazil.

Tetsuko sekarang sudah berusia kurang lebih 74 tahun. Tahun 1996, dia masih menjadi pemandu acara Talk Show di salah satu stasiun televisi Jepang, dan menjadi duta Unicef [berdasarkan surat balasannya pada The National Book Trust di India yang mengundangnya untuk datang ke India]. Bukunya memang membuat sejarah dalam dunia penerbitan Jepang waktu itu pada era 1980-an, yaitu terjual 4.500.000 kopi dalam setahun setelah diterjemahkan dalam bahasa Inggris. Buku ini tidak hanya semata-mata menguntungkan secara ekonomi. Tapi aku melihat dampak yang luas, model pendidikan Kobayashi ini dibaca oleh orang-orang seantero dunia. Meskipun sistem pendidikan di Jepang, masih juga sama dengan di Indonesia dengan memberikan beban begitu besar pada anak-anak dengan tugas, tapi buku ini telah sampai ke sekolah-sekolah Jepang. Di Jepang, buku ini juga dibaca oleh anak-anak berumur tujuh tahun, meskipun menurut Tetsuko, masih menggunakan kamus untuk kata-kata yang sukar.

Aku juga berpikir sama dengan Tetsuko, memimpikan suatu model pendidikan yang membebaskan. Tidak rasis, tidak seksis, tidak membunuh potensi alamiah pada diri manusia. Totto Chan yang hiperaktif, yang pernah dikeluarkan dari sekolah konvensional, dengan model pendidikan Kobayashi, ia telah menjadi sosok yang dapat mengembangkan kemanusiaannya. Kepercayaan yang ditanamkan Kobayashi seperti; “Kau itu anak yang benar-benar baik, kau tahu itu kan?,” terinternalisasi dalam dirinya sehingga menjadi semacam mantra bagi diri sendiri untuk mewujudkannya.

Untuk Akira Takahashi, seorang anak yang punya cacat tubuh yang tidak bisa berkembang normal, ketika di Tomoe, Kobayashi selalu merancang olahraga yang pasti dapat dimenangkan Takahashi dan membuatnya mempunyai kebanggaan pada dirinya. Setelah dewasa Takahashi bekerja sebagai manajer Personalia di perusahaan elektronik. Tapi tidak berhenti pada skeptisisme Althusser, ketika menjadi manajer Personalia, ia mampu mendengar keluhan-keluhan orang lain, dia bertanggung jawab atas hubungan harmonis di antara sesama pekerja .Ia sendiri tumbuh menjadi pribadi periang dan tidak bermasalah dengan cacat tubuhnya.

Bagi Kunio Oe, anak laki-laki yang waktu kecil pernah dinasehati Kobayashi untuk menghargai perempuan, setelah menarik kepang Totto Chan, setelah dewasa menjadi ahli anggrek spesies Timur Jauh, ia sangat disegani di seluruh Jepang. Tapi yang menarik adalah, setelah sekolah dasar Tomoe terbakar, ia tidak melanjutkan sekolah ke manapun. Ia menekuni bidang yang digeluti orang tuanya sebagai petani anggrek. Keuletannya adalah jawaban bagi Althusserl, bahwa jerih payah pemikiran dan kerja keras Kobayashi selama menanamkan pendidikan yang membebaskan, tidak bisa dipandang dengan belas kasihan, terjebak pada suatu sistem. Keuletan, kedaulatan pada pilihan hidupnya sendiri, dan empati yang mendalam pada lingkungannya, adalah kemerdekaan yang tak terbahas dalam ideologi Althusser.
By Dina A.S.
Kukusan, 26 April 2007

Pengertian, misi, peluang, dan tantangan dakwah

Sabtu, Juni 19, 2010 Unknown 0 Comments

PENDAHULUAN

Di dalam QS. An-Nahl: 125 Allah SWT telah memberikan petunjuk bagi para da’i sebagai pengemban amanat risalah Nabi agar selalu memperhatikan situasi dan kondisi (human oriented) obyek dakwahnya. Pendekatan tersebut dimaksudkan agar dakwah dapat memberikan output bagi mad’unya ke jalan yang baik demi kebahagiaan dunia dan akhirat.
Apabila kita cermati dan renungkan bersama, tentang konteks dan konsep dakwah Rasulullah Muhammad SAW dalam mengemban misinya yang sukses dan gemilang hanya cukup 23 tahun, maka secara sosiologis dakwah Rasulullah memiliki tiga tingkatan konsep. Pertama, dakwah bersifat rethorika atau tabligh, yaitu sebatas menyampaikan pesan kepada umat manusia. Kedua, Rasulullah dengan dakwahnya berusaha menanamkan dan mewujudkan nilai-nilai Islam di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Ketiga, dakwah membentuk masyarakat Islam dalam semua segi kehidupan umat manusia.
Oleh karena itu, secara esensial dakwah haruslah terstruktur sedemikian rupa, agar memiliki penahan dan pelindung untuk mensyiarkannya. Dakwah inilah yang dimaksud dengan dakwah struktural. Hal ini dibuktikan oleh Rasulullah ketika setelah hijrah di Madinah dengan membangun sebuah system jaringan yang kuat, dakwah yang cepat diterima di kalangan masyarakat di Jazirah Arabia maupun di luar Jazirah Arabia.
Memperhatikan hal di atas, kiranya dapat menjadi sumber acuan dan kerangka inspirasi bagi para da’i sebagai penyambung risalah Nabi dan sebagai agent of change di tengah masyarakat. Dakwah tidak bisa dilepaskan dari sumber yang utama yaitu al-Qur’an sebagai kitab dakwah, Sunnah Rasul sebagai contoh operasionalnya, dan ijtihad para shohibul dakwah sebagai mesin penggerak kontekstualisasi solusi problem keutamaan dalam menghadapi manusia sebagai obyek dakwah. Oleh karena itu, pada makalah ini penulis akan menjelaskan lebih rinci mengenai gagasan visi dan misi dakwah serta mencermati peluang dan tantang dakwah dulu, kini, dan akan datang. Sebab tanpa visi dan misi yang jelas maka dakwah hanya akan hilang seiring perubahan zaman.
PEMBAHASAN
Pengertian
Kata dakwah secara etimologis merupakan masdar (kata benda) dari kata kerja da'a - yad'u yang berarti panggilan, seruan, atau ajakan. Sedangkan secara terminologis, dakwah adalah kegiatan yang bersifat menyeru, mengajak dan memanggil orang untuk beriman dan taat kepada Allah SWT sesuai dengan garis faedah, syari'at dan akhlak Islam.
Dalam pengertian yang integralistik, dakwah merupakan suatu proses yang ditangani oleh para pengemban dakwah untuk mengubah sasaran dakwah agar bersedia masuk ke jalan Allah, dan secara bertahap menuju peri kehidupan yang islami. Suatu proses yang berkesinambungan adalah suatu proses yang bukan insidental atau kebetulan, melainkan benar-benar direncanakan, dilaksanakan, dan dievaluasi secara terus-menerus oleh para pengemban dakwah dalam rangka mengubah perilaku sasaran dakwah sesuai dengan tujuan-tujuan yang telah dirumuskan.

Visi dan Misi Dakwah
Aktivitas dakwah pada awalnya hanyalah merupakan tugas sederhana yakni kewajiban untuk menyampaikan apa yang diterima dari Rasulullah SAW., walaupun hanya satu ayat, hal ini dapat dipahami sebagaimana yang ditegaskan oleh hadis Rasulullah SAW: “Ballighu anni walau ayah”. Inilah yang membuat kegiatan atau aktivitas dakwah boleh dan harus dilakukan oleh siapa saja yang mempunyai rasa keterpanggilan untuk menyebarkan nilai-nilai Islam. Itu sebabnya aktivitas dakwah memang harus berangkat dari kesadaran pribadi yang dilakukan oleh orang per orang dengan kemampuan minimal dari siapa saja yang dapat melakukan dakwah tersebut.
Kegiatan itulah yang digeluti oleh para da’i dan da’iah secara tradisional secara lisan, dalam bentuk ceramah dan pengajian. Para juru dakwah ini berpindah dari satu majelis ke majelis lain, dari satu mimbar ke mimbar lain. Bila dipanggil untuk berdakwah, yang terbersit dalam benak adalah ceramah agama. Maka dakwah muncul dengan makna sempit dan terbatas, yakni hanya ceramah melalui mimbar.
Akan tetapi pada saat ini, dakwah tidak bisa lagi dilakukan secara tradisional. Dakwah sekarang sudah berkembang menjadi satu profesi dan menuntut skill, planning, dan manajemen yang handal.
Sebagai upaya dalam memberikan solusi Islam terhadap berbagai masalah kehidupan, dakwah harus memiliki visi dan misi sebagai acuan yang digunakan dalam berdakwah sehingga aktivitas dakwah tidak hanya berputar dalam pemecahan problema tanpa solusi dan tidak jelas ujung pangkal penyelesaiannya.
LDII sebagai salah satu organisasi besar yang bergerak di bidang dakwah mempunyai visi: “Menjadi organisasi dakwah Islam yang profesional dan berwawasan luas, mampu membangun potensi insani dalam mewujudkan manusia Indonesia yang melaksanakan ibadah kepada Allah, menjalankan tugas sebagai hamba Allah untuk memakmurkan bumi dan membangun masyarakat madani yang kompetitif berbasis kejujuran, amanah, hemat, dan kerja keras, rukun, kompak, dan dapat bekerjasama yang baik”.
Sejalan dengan visi organisasi tersebut, LDII mempunyai Misi: “Memberikan konstribusi nyata dalam pembangunan bangsa dan negara melalui dakwah, pengkajian, pemahaman dan penerapan ajaran Islam yang dilakukan secara menyeluruh, berkesinambungan dan terintegrasi sesuai peran, posisi, tanggung jawab profesi sebagai komponen bangsa dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)”
Untuk pencapaian Visi dan Misi tersebut ada beberapa strategi yang digunakan, yaitu:
1. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang beriman, bertaqwa dan berakhlak mulia dan meningkatkan kualitas sumberdaya pembangunan yang memiliki etos kerja produktif dan professional, yang memiliki kemampuan menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berwawasan lingkungan, dan berkemampuan manajemen.
2. Memberdayakan dan menggerakkan potensi sumberdaya manusia yang memiliki kompetensi informasi, ilmu pengetahuan dan teknologi, serta kemampuan untuk beramal sholih melakukan pengabdian masyarakat di bidang sosial budaya, ekonomi dan politik.
3. Menumbuhkembangkan kegiatan usaha dan kegiatan kewirausahaan dalam rangka pembenahan ekonomi umat sesuai tuntutan kebutuhan, baik pada sektor formal maupun informal melalui usaha bersama dan usaha koperasi, serta bentuk badan usaha lain.
4. Mendorong pembangunan masyarakat madani [civil society] yang kompetitif, dengan tetap mengembangkan sikap persaudaraan [ukhuwwah] sesama umat manusia, komunitas muslim, serta bangsa dan negara, sikap kepekaan dan kesetiakawanan sosial, dan sikap terhadap peningkatan kesadaran hak dan kewajiban sebagai warga negara, serta membangun dan memperkuat karakter bangsa.
5. Meningkatkan advokasi, penyadaran dan pemberdayaan masyarakat tentang pentingnya supremasi hukum, kewajiban asasi manusia [KAM], hak azasi manusia [HAM], dan tanggung-jawab azasi manusia [TAM] serta penanggulangan terhadap ancaman kepentinganpublik dan perusakan lingkungan
6. Meningkatkan advokasi, penyadaran dan pemberdayaan masyarakat tentang pentingnya supremasi hukum, kewajiban azasi manusia [KAM], hak azasi manusia [HAM], dan tanggung-jawab azasi manusia [TAM] serta penanggulangan terhadap ancaman kepentingan publik dan perusakan lingkungan

Peluang dan tantangan dakwah (dulu, kini, dan akan datang)
Pada masa Soekarno terjadi pertarungan ideologi yang sengit. Umat Islam menempuh jalur Parlementer dan juga Militer. Capaian tertinggi dari dakwah Parlementer ketika Orde Lama adalah ketika Mohammad Natsir menduduki kursi Perdana Menteri. Sedangkan puncak perlawanan militer ketika SM Kartosoewiryo Pemimpin DI/TII ditangkap dan dihukum mati di Pulau Onrust. Setelah itu para kiai banyak yang memilih untuk konsentrasi di pondok pesantrennya, dengan alasan mengkader. Propaganda bahwa ulama yang baik adalah yang menjauhi dunia mulai dihembuskan. Di saat yang sama, bandul pendulum ideologi lain mulai bergerak ke arah pemerintahan.
Hari-hari selanjutnya adalah epos kekalahan. Terlebih ketika Soeharto di masa Orba, menindas habis lawan-lawan politiknya. Para mubaligh Islam harus memiliki SIM (Surat Izin Mubaligh). Berkumpul lebih dari tiga orang akan ditangkap dan dikenai pasal makar. Peristiwa Tanjung Priok dan Lampung adalah sebagian dari cerita kelam itu. Umat Islam memilih tiarap. Di paruh terakhir kekuasaan Orba, fiqih dakwah yang diambil adalah fiqih dakwah Nabi Musa. Mendidik bayi-bayi kader di istana Firaun. Mendidik pelajar dan mahasiswa yang masih bau kencur politik di sekolah dan kampus-kampus milik pemerintah.
Waktu berlalu dan para bayi-bayi itu pun mulai tumbuh. Aktivis Islam kembali bersuara. Sebenarnya tak hanya milik umat Islam kebebasan itu. Semua ideologi pun berani bersuara. Pertarungan ideologi pun kembali terjadi, baik di jalan dalam pekik orasi demonstran, di Parlemen, maupun pertempuran di Ambon. Reformasi mengantarkan para bayi itu untuk menduduki kursi yang dulu diduduki oleh penguasa.
Kini setelah reformasi lebih dari satu dasawarsa, umat Islam kembali berada di persimpangan. Sebagian memakai demokrasi sebagai keadaan darurat, sebagian anti demokrasi dan sebagian lagi gamang.
Meskipun sepintas terlihat bahwa kekuasaan ada di tangan SBY. Karena memang SBY pemegang kekuasaan yang terpilih secara mutlak lewat pemilu pilpres satu putaran. Tapi, bukan berarti SBY berani menentukan segala sesuatunya seperti Soeharto dulu. Ada perbedaan yang sangat mendasar antara Masa Soeharto dengan masa pemerintahan sekarang. Perbedaan itu adalah, ketika Orba, elemen lain selain Soeharto diam, atau didiamkan paksa oleh penguasa.
Sedangkan di masa sekarang, elemen di luar SBY bergerak. Bahkan cenderung tak terkendali. Semua variabel, apakah itu kiri atau kanan semuanya bergerak. Pemerintah dalam hal ini SBY seperti tak mampu untuk mengendalikan sepenuhnya. Meski pemenang pemilu dan kekuasaan sudah dalam genggamannya. Tak berani SBY memukul variabel yang berbeda. Karena bisa menjadi blunder, menjadi pukulan balik. Maka elemen-elemen itu akan bergerak mencari keseimbangan. Situasi ini harus dibaca sebagai peluang oleh aktivis dakwah. Aktivis dakwah harus berani mengambil kesempatan ini masuk kedalam gelanggang untuk bertarung dengan elemen lain. Saling menyodorkan program. Saling beradu konsep. Dengan keyakinan Islam “ya’lu wala yu’la alaih”. Bahwa Islam itu tinggi dan tak ada yang lebih tinggi dari Islam.
Di tengah politik Indonesia yang masih labil ini umat Islam harus menampakkan kesholehannya. Sehingga Islam menjadi rahmatan lil’alamin. Indonesia sebagai negara agraris yang berada dalam rumpun melayu mempunyai modal untuk memimpin peradaban. Karena peradaban lain, seperti Arab, Eropa, dan Amerika, Romawi, Persia dan Tartar sudah pernah memimpin. Orang Melayu memiliki modal itu. Selain Melayu identik dengan Islam. Melayu memiliki sifat-sifat positif yang mendukung, ramah-tamah, dan kreatif.

KESIMPULAN

Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa dalam kapasitasnya sebagai muslim sekaligus warga Negara yang baik maka haruslah memberikan konstribusi nyata dalam pembangunan bangsa dan negara melalui dakwah, pengkajian, pemahaman dan penerapan ajaran Islam yang dilakukan secara menyeluruh, berkesinambungan dan terintegrasi sesuai peran, posisi, tanggung jawab profesi sebagai komponen bangsa dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Walaupun Indonesia bukanlah Negara muslim, yang dalam artian tidak bisa menerapkan hukum Islam dalam menyelesaikan suatu masalah dan harus menaati hukum atau undang-undang yang berlaku. Akan tetapi dalam kapasitasnya sebagai warga Negara dan Muslim yang baik, maka seorang muslim haruslah menjalankan kewajibannya untuk berdakwah baik menggunakan dakwah fardiyah, dakwah ammah, dakwah bil lisan, dakwah bil-haal, dakwah bit Tadwin maupun dakwah bil Hikmah. Sebab, yang terpenting dalam tujuan utama dakwah ialah mewujudkan kebahagiaan dan kesejahteraan hidup di dunia dan di akhirat yang diridhai oleh Allah.

ditulis oleh: Ahmad Muflihin sebagai tugas mata kuliah Fiqh Dakwah di Ponpes UII

DAFTAR PUSTAKA
Buku
Suparta Munzier, dkk., Metode Dakwah, Jakarta: Prenada Media, 2003.
Abdul Aziz, Amin., Fiqh Dakwah, Solo: Era Inter Media, 2000.
Abu, Zahrah., Dakwah Islamiah, Bandung: Rosda Karya, 1994.

Internet
http://id.wikipedia.org/wiki/Dakwah Akses pada tgl 04 Maret 2010, pukul 03.30 WIB
http://ldii.info/visi-dan-misi-ldii.html Akses pada tgl 04 Maret 2010, pukul 03.45 WIB

Sebuah Bantahan Tentang Argumen Harun Yahya

Sabtu, Juni 12, 2010 Unknown 0 Comments

Mengutip perkataan dari Harun Yahya yang berisi pembantahan terhadap teori evolusi yang dikemukakan oleh Darwin . Harun Yahya berkata “Bagaimana mungkin molekul-molekul di alam ini secara tiba-tiba membentuk makhluk hidup? Dimulai makhluk hidup bersel satu hingga kemudian bersel banyak dan tersusun begitu sempurnanya sehingga ia bisa survive di alam ini? Dengan begitu kompleksnya susunan makhluk hidup, maka tidak mungkin semuanya terjadi dengan sendirinya. Hal ini dapat disetarakan dengan melempar berbagai logam dari langit kemudian logam-logam tersebut dengan sendirinya membentuk pesawat Boeing 737 ketika sampai di darat.” Namun, argumen tersebut sepertinya terdapat sedikit kekurangan karena menurut teori evolusi, evolusi tersebut tidak bekerja secara total random seperti yang dikatakan oleh argumen Harun Yahya .

Evolusi dibagi menjadi tiga tahap, yaitu perubahan yang dapat juga disebut sebagai mutasi atau sejenisnya, replikasi, dan seleksi. Dari ketiga proses utama tersebut, yang bekerja secara random adalah proses perubahan atau mutasi. Dalam proses ini terjadi perubahan kode genetik secara acak, karena itu peluang terjadinya mutasi adalah total random. Proses replikasi adalah proses pembentukan yang bekerja berdasarkan pada kode genetik. Dan proses terakhir, yaitu seleksi alam, adalah proses yang membuktikan bahwa evolusi terjadi secara totol random.

Pada proses seleksi alam, tidak semua makhluk hidup yang mengalami perubahan dapat bertahan hidup dan mempunya keturunan. Sehingga kita dapat memutus peluang terjadinya mutasi dari keturunan makhluk hidup yang tidak dapat bertahan hidup tersebut. Pemutusan peluang terjadinya mutasi pada seleksi alam tersebut yang menyebabkan evolusi tidak terjadi secara total random. Oleh karena itu, dikenal istilah, “Random mutation followed by non-random selection” dalam teori evolusi.

Kita dapat menganalogikan peluang terjadinya evolusi ini dalam peluang munculnya jenis kartu tertentu dalam kartu remi. Untuk pertama, saya analogikan argumen dari Harun Yahya yang menetang teori evolusi Darwinian . Kemudian saya lanjutkan dengan menganalogikan proses terjadinya evolusi menurut Charles Darwin.

A. Analogi terhadap argumen harun yahya

Saya akan menganalogikan proses pemikiran terhadap argumen yang dilontarkan oleh Harun yahya dalam beberapa langkah:

1. Ambil kartu remi tang terdiri dari 13 kart hati, 13 kartu keriting, 13 kartu as dan 13 kartu wajik

2. Peluang terjadinya kartu tersebut memiliki urutan kemunculan : hati, as, keriting, wajik dengan kemunculan setiap jenis kartu juga berurut dengan urutan : as, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, J, Q, K. ( hal ini dianalogikan dengan peluang terjadinya evolusi)

3. Kita dapat menghitung peluang terjadinya kemunculan kartu berurut tersebut 1/ 52!


Dapat kita lihat, peluang terjadinya kartu tersebut sangat kecil. Jika kita menghitung peluang terjadinya evolusi dengan cara seperti itu, maka argumen yang diutarakan oleh Harun Yahya boleh jadi mempunyai kemungkinan benar yang besar.

B. Analogi terhadap teori evolusi

Saya juga akan menganalogikan teori evolusi dengan prinsip random mutation followed by non-random selection dalam beberapa langkah:

1. Tentukan letak seluruh kartu remi, sehingga terdapat 52 wilayah yang akan ditempatkan oleh kartu-kartu yang berbeda

2. Kocok seluruh kartu remi

3. Jajarkan kartu yang telah dikocok ke wilayah yang telah disediakan ( penempatan kartu terjadi secara acak, sehingga tidak berdasarkan pada wilayah yang telah ditentukan)

4. Kartu yang telah menempati tempat yang benar dikeluarkan dari tumpukan kartu

5. Sisa kartu setelah kartu yang menepati tempat yang benar dikeluarkan, dikocok kembali. Begitu terus sampai seluruh kartu menempati tempat yang benar

Agar lebih mudah, saya akan mencontohkan percobaan yang telah saya kerjakan :

1. Setelah letak wilayah setiap kartu remi ditentukan dan kartu remi dikocok lalu dijejerkan, terdapat 8 kartu yang menempati tempat yang tepat, sehingga delapan kartu tersebut saya ambil.

2. Sisa kartu yang berjumlah 44 kartu saya kocok lalu saya jajarkan, dalam penjajaran kedua ini, terdapat 5 kartu yang menempati tempat yang tepat, sehingga kartu tersebut saya ambil.

3. Sisa kartu yang berjumlah 39 kartu saya kocok lalu saya jajarkan, dalam penjajaran kedua ini, terdapat 2 kartu yang menempati tempat yang tepat, sehingga kartu tersebut saya ambil.

4. Sisa kartu yang berjumlah 37 kartu saya kocok lalu saya jajarkan, dalam penjajaran kedua ini, terdapat 6 kartu yang menempati tempat yang tepat, sehingga kartu tersebut saya ambil.

5. Sisa kartu yang berjumlah 31 kartu saya kocok lalu saya jajarkan, dalam penjajaran kedua ini, terdapat 5 kartu yang menempati tempat yang tepat, sehingga kartu tersebut saya ambil.

6. Sisa kartu yang berjumlah 26 kartu saya kocok lalu saya jajarkan, dalam penjajaran kedua ini, terdapat 4 kartu yang menempati tempat yang tepat, sehingga kartu tersebut saya ambil.

7. Sisa kartu yang berjumlah 22 kartu saya kocok lalu saya jajarkan, dalam penjajaran kedua ini, terdapat 7 kartu yang menempati tempat yang tepat, sehingga kartu tersebut saya ambil.

8. Sisa kartu yang berjumlah 15 kartu saya kocok lalu saya jajarkan, dalam penjajaran kedua ini, terdapat 3 kartu yang menempati tempat yang tepat, sehingga kartu tersebut saya ambil.

9. Sisa kartu yang berjumlah 12 kartu saya kocok lalu saya jajarkan, dalam penjajaran kedua ini, terdapat 3 kartu yang menempati tempat yang tepat, sehingga kartu tersebut saya ambil.

10. Sisa kartu yang berjumlah 9 kartu saya kocok lalu saya jajarkan, dalam penjajaran kedua ini, terdapat 1 kartu yang menempati tempat yang tepat, sehingga kartu tersebut saya ambil.

11. Sisa kartu yang berjumlah 8 kartu saya kocok lalu saya jajarkan, dalam penjajaran kedua ini, terdapat 2 kartu yang menempati tempat yang tepat, sehingga kartu tersebut saya ambil.

12. Sisa kartu yang berjumlah 6 kartu saya kocok lalu saya jajarkan, dalam penjajaran kedua ini, terdapat 3 kartu yang menempati tempat yang tepat, sehingga kartu tersebut saya ambil.

13. Sisa kartu yang berjumlah 3 kartu saya kocok lalu saya jajarkan, dalam penjajaran kedua ini, terdapat 3 kartu yang menempati tempat yang tepat, sehingga kartu tersebut saya ambil.

14. Sisa kartu yang ada alah 0, sehingga percobaan ini saya hentikan

15. Sehingga kita dapat menghitung terjadinya peluang dalam percobaan saya adalah 1/13


Dalam percobaan ini, jika dianalogikan dalam teori evolusi, dapat dilakukan dengan sangat sedikit. Jadi, teori evolusi ini dapat mungkin terjadi karena kemungkinan terjadinya evolusi tidak seperti yang terdapat dalam argumen Harun Yahya.

Percobaan yang kita lakukan dapat pula menghasilkan kasus kartu yang tidak menempati tempat yang ditentukan sama sekali. Perbedaan signifikan pada analogi argumen Harun Yahya yang membantah evolusi dan teori evolusi sendiri terletak pada kartu yang diambil pada percobaan. Kartu yang tidak diikutsertakan kembali dalam pengocokan ini dapat kita analogikan sebagai seleksi alam. Sehingga, evolusi bukanlah sebuah kejadian yang total random.

Masalah pendidikan di Indonesia

Sabtu, Juni 12, 2010 Unknown 0 Comments

Memasuki abad ke- 21 dunia pendidikan di Indonesia menjadi heboh. Kehebohan tersebut bukan disebabkan oleh kehebatan mutu pendidikan nasional tetapi lebih banyak disebabkan karena kesadaran akan bahaya keterbelakangan pendidikandi Indonesia. Perasan ini disebabkan karena beberapa hal yang mendasar.

Salah satunya adalah memasuki abad ke- 21 gelombang globslisasi dirasakan kuat dan terbuka. Kemajaun teknologi dan perubahan yang terjadi memberikan kesadaran baru bahwa Indonesia tidak lagi berdiri sendiri. Indonesia berada di tengah-tengah dunia yang baru, dunia terbuka sehingga orang bebas membandingkan kehidupan dengan Negara lain.

Yang kita rasakan sekarang adalah adanya ketertinggalan di dalam mutu pendidikan. Baik pendidikan formal maupun informal. Dan hasil itu diperoleh setelah kita membandingkannya dengan Negara lain. Pendidikan memang telah menjadi penopang dalam meningkatkan sumber daya manusia Indonesia untuk pembangunan bangsa. Oleh karana itu, kiata seharusnya dapat meningkatkan sumber daya manusia Indonesia yang tidak kalah bersaing dengan sumber daya manusia di Negara-negara lain.

Setelah kita amati, Nampak jelas bahwa masalah yang serius dalam peningkatan mutu pendidikan di Indonesia adalah rendahnya mutu pendidikan di berbagai jenjang pendidikan, baik pendidikan formal maupun informal. Dan hal itulah yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan yang menghambat penyediaan sumber daya menusia yang mempunyai keahlian dan keterampilan untuk memenuhi pembangunan bangsa di berbagai bidang.

Ada banyak penyabab mengapa mutu pendidikan di Indonesia, baik pendidikan formal maupun informal, dinilai rendah. Penyebab rendahnya mutu pendidikan yang akan kami paparkan kali ini adalah masalah efektifitas, efisiensi dan standardisasi pengajaran.


2.1 EFEKTIFITAS PENDIDIKAN DI INDONESIA

Pendidikan yang efektif adalah suatu pendidikan yang memungkinkan peserta didik untuk dapat belajar dengan mudah, menyenangkan dan dapat tercapai tujuan sesuai dengan yang diharapkan. Dengan demikian, pendidik (dosen, guru, instruktur, dan trainer) dituntut untuk dapat meningkatkan keefektifan pembelajaran agar pembelajaran tersebut dapat berguna.

Efektifitas pendidikan di Indonesia sangat rendah. Setelah praktisi pendidikan melakukan penelitian dan survey ke lapangan, salah satu penyebabnya adalah tidak adanya tujuan pendidikan yang jelas sebelm kegiatan pembelajaran dilaksanakan. Hal ini menyebabkan peserta didik dan pendidik tidak tahu “goal” apa yang akan dihasilkan sehingga tidak mempunyai gambaran yang jelas dalam proses pendidikan. Jelas hal ini merupakan masalah terpenting jika kita menginginkan efektifitas pengajaran. Bagaimana mungkin tujuan akan tercapai jika kita tidak tahu apa tujuan kita.

Selama ini, banyak pendapat beranggapan bahwa pendidikan formal dinilai hanya menjadi formalitas saja untuk membentuk sumber daya manusia Indonesia. Tidak perduli bagaimana hasil pembelajaran formal tersebut, yang terpenting adalah telah melaksanak pendidikan di jenjang yang tinggi dan dapat dinaggap hebat oleh masyarakat. Anggapan seperti itu jugalah yang menyebabkan efektifitas pengajaran di Indonesia sangat rendah. Setiap orang mempunya kelebihan di bidangnya masing-masing dan diharapkan dapat mengambil pendidikaan sesuai bakat dan minatnya bukan hanya untuk dianggap hebat oleh orang lain.

Dalam pendidikan di sekolah menegah misalnya, seseorang yang mempunyai kelebihan di bidang sosial dan dipaksa mangikuti program studi IPA akan menghasilkan efektifitas pengajaran yang lebih rendah jika dibandingkan peserta didik yang mengikuti program studi yang sesuai dengan bakat dan minatnya. Hal-hal sepeti itulah yang banyak terjadi di Indonesia. Dan sayangnya masalah gengsi tidak kalah pentingnya dalam menyebabkan rendahnya efektifitas pendidikan di Indonesia.

2.2 EFISIENSI PENGAJARAN DI INDONESIA

Efisien adalah bagaimana menghasilkan efektifitas dari suatu tujuan dengan proses yang lebih ‘murah’. Dalam proses pendidikan akan jauh lebih baik jika kita memperhitungkan untuk memperoleh hasil yang baik tanpa melupakan proses yang baik pula. Hal-hal itu jugalah yang kurang jika kita lihat pendidikan di Indonesia. Kita kurang mempertimbangkan prosesnya, hanya bagaiman dapat meraih stendar hasil yang telah disepakati.

Beberapa masalah efisiensi pengajaran di dindonesia adalah mahalnya biaya pendidikan, waktu yang digunakan dalam proses pendidikan, mutu pegajar dan banyak hal lain yang menyebabkan kurang efisiennya proses pendidikan di Indonesia. Yang juga berpengaruh dalam peningkatan sumber daya manusia Indonesia yang lebih baik.

Masalah mahalnya biaya pendidikan di Indonesia sudah menjadi rahasia umum bagi kita. Sebenarnya harga pendidikan di Indonesia relative lebih randah jika kita bandingkan dengan Negara lain yang tidak mengambil sitem free cost education. Namun mengapa kita menganggap pendidikan di Indonesia cukup mahal? Hal itu tidak kami kemukakan di sini jika penghasilan rakyat Indonesia cukup tinggi dan sepadan untuk biaya pendidiakan.

Jika kita berbiara tentang biaya pendidikan, kita tidak hanya berbicara tenang biaya sekolah, training, kursus atau lembaga pendidikan formal atau informal lain yang dipilih, namun kita juga berbicara tentang properti pendukung seperti buku, dan berbicara tentang biaya transportasi yang ditempuh untuk dapat sampai ke lembaga pengajaran yang kita pilih. Di sekolah dasar negeri, memang benar jika sudah diberlakukan pembebasan biaya pengajaran, nemun peserta didik tidak hanya itu saja, kebutuhan lainnya adalah buku teks pengajaran, alat tulis, seragam dan lain sebagainya yang ketika kami survey, hal itu diwajibkan oleh pendidik yang berssngkutan. Yang mengejutkanya lagi, ada pendidik yang mewajibkan les kepada peserta didiknya, yang tentu dengan bayaran untuk pendidik tersebut.

Selain masalah mahalnya biaya pendidikan di Indonesia, masalah lainnya adalah waktu pengajaran. Dengan survey lapangan, dapat kami lihat bahwa pendidikan tatap muka di Indonesia relative lebih lama jika dibandingkan Negara lain. Dalam pendidikan formal di sekolah menengah misalnya, ada sekolah yang jadwal pengajarnnya perhari dimulai dari pukul 07.00 dan diakhiri sampai pukul 16.00.. Hal tersebut jelas tidak efisien, karena ketika kami amati lagi, peserta didik yang mengikuti proses pendidikan formal yang menghabiskan banyak waktu tersebut, banyak peserta didik yang mengikuti lembaga pendidikan informal lain seperti les akademis, bahasa, dan sebagainya. Jelas juga terlihat, bahwa proses pendidikan yang lama tersebut tidak efektif juga, Karena peserta didik akhirnya mengikuti pendidikan informal untuk melengkapi pendidikan formal yang dinilai kurang.

Selain itu, masalah lain efisienfi pengajarn yang akan kami bahas adalah mutu pengajar. Kurangnya mutu pengajar jugalah yang menyebabkan peserta didik kurang mencapai hasil yang diharapkan dan akhirnya mengambil pendidikan tambahan yang juga membutuhkan uang lebih.

Yang kami lihat, kurangnya mutu pengajar disebabkan oleh pengajar yang mengajar tidak pada kompetensinya. Misalnya saja, pengajar A mempunyai dasar pendidikan di bidang bahasa, namun di mengajarkan keterampilan, yang sebenarnya bukan kompetensinya. Hal-tersebut benar-benar terjadi jika kita melihat kondisi pendidikan di lapangan yang sebanarnya. Hal lain adalah pendidik tidak dapat mengomunikasikan bahan pengajaran dengan baik, sehingga mudah dimengerti dan menbuat tertarik peserta didik.

Sistem pendidikan yang baik juga berperan penting dalam meningkatkan efisiensi pendidikan di Indonesia. Sangat disayangkan juga sistem pendidikan kita berubah-ubah sehingga membingungkan pendidik dan peserta didik.

Dalam beberapa tahun belakangan ini, kita menggunakan sistem pendidikan kurikulum 1994, kurikulum 2004, kurikulum berbasis kompetensi yang pengubah proses pengajaran menjadi proses pendidikan aktif, hingga kurikulum baru lainnya. Ketika mengganti kurikulum, kita juga mengganti cara pendidikan pengajar, dan pengajar harus diberi pelatihan terlebih dahulu yang juga menambah cost biaya pendidikan. Sehingga amat disayangkan jika terlalu sering mengganti kurikulum yang dianggap kuaran efektif lalu langsung menggantinya dengan kurikulum yang dinilai lebih efektif.

2.3 STANDARDISASI PENDIDIKAN DI INDONESIA

Jika kita ingin meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia, kita juga berbicara tentang standardisasi pengajaran yang kita ambil. Tentunya setelah melewati proses untuk menentukan standar yang akan diambil.

Dunia pendidikan terus berudah. Kompetensi yang dibutuhka oleh masyarakat terus-menertus berunah apalagi di dalam dunia terbuka yaitu di dalam dunia modern dalam ere globalisasi. Kompetendi-kompetensi yang harus dimiliki oleh seseorang dalam lembaga pendidikan haruslah memenuhi standar.

Seperti yang kita lihat sekarang ini, standar dan kompetensi dalam pendidikan formal maupun informal terlihat hanya keranjingan terhadap standar dan kompetensi. Kualitas pendidikan diukur oleh standard an kompetensi di dalam berbagai versi, demikian pula sehingga dibentuk badan-badan baru untuk melaksanakan standardisasi dan kompetensi tersebut seperti Badan Standardisasi Nasional Pendidikan (BSNP)

Tinjauan terhadap sandardisasi dan kompetensi untuk meningkatkan mutu pendidikan akhirnya membawa kami dalam pengunkapan adanya bahaya yang tersembunyi yaitu kemungkinan adanya pendidikan yang terkekung oleh standar kompetensi saja sehngga kehilangan makna dan tujuan pendidikan tersebut.

Peserta didik Indonesia terkadang hanya memikirkan bagaiman agar mencapai standar pendidikan saja, bukan bagaimana agar pendidikan yang diambil efektif dan dapat digunakan. Tidak perduli bagaimana cara agar memperoleh hasil atau lebih spesifiknya nilai yang diperoleh, yang terpentinga adalah memenuhi nilai di atas standar saja.

Hal seperti di atas sangat disayangkan karena berarti pendidikan seperti kehilangan makna saja karena terlalu menuntun standar kompetensi. Hal itu jelas salah satu penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia.

Selain itu, akan lebih baik jika kita mempertanyakan kembali apakah standar pendidikan di Indonesia sudah sesuai atau belum. Dalam kasus UAN yang hampir selalu menjadi kontrofesi misalnya. Kami menilai adanya sistem evaluasi seperti UAN sudah cukup baik, namun yang kami sayangkan adalah evaluasi pendidikan seperti itu yang menentukan lulus tidaknya peserta didik mengikuti pendidikan, hanya dilaksanakan sekali saja tanpa melihat proses yang dilalu peserta didik yang telah menenpuh proses pendidikan selama beberapa tahun. Selain hanya berlanhsug sekali, evaluasi seperti itu hanya mengevaluasi 3 bidang studi saja tanpa mengevaluasi bidang studi lain yang telah didikuti oleh peserta didik.

Banyak hal lain juga yang sebenarnya dapat kami bahas dalam pembahasan sandardisasi pengajaran di Indonesia. Juga permasalahan yang ada di dalamnya, yang tentu lebih banyak, dan membutuhkan penelitian yang lebih dalam lagi

Penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia juga tentu tidah hanya sebatas yang kami bahas di atas. Banyak hal yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan kita. Tentunya hal seperti itu dapat kita temukan jika kita menggali lebih dalam akar permasalahannya. Dan semoga jika kita mengetehui akar permasalahannya, kita dapat memperbaiki mutu pendidikan di Indonesia sehingga jadi kebih baik lagi.
uploaded by: Ahmad Muflihin

"قولا لينا" “Perkataan yang lembut”

Rabu, Juni 09, 2010 Unknown 0 Comments

فَقُوْلاَ لَهُ قَوْلاً لَيِّنًا لَّعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْيَخْشَى
“Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut” (QS.Thaha: 44)

a. TERJEMAH kata قولا لينا

Tafsir Al-Maraghi (Ahmad Mushthafa al-Maraghi)
-Qaulan layyinan: Perkataan yang tidak keras dan tidak kasar.

Al-Qur’an dan Tafsirnya (Universitas Islam Indonesia)
-Qaulan layyinan: Kata-kata yang halus

Tafsir Al-Azhar (Prof. Dr. Hamka)
-Qaulan layyinan: Sikap yang lemah lembut

Tafsir Al-Qur’anul Madjied “An-Nur” (Hasbi ash-Shiddieqq)
-Qaulan layyinan: Ucapan yang lemah lembut

Tafsir Al-Mishbah (M.Quraish Shihab)
-Qaulan layyinan: Menyampaikan dengan lemah lembut


b. Tafsir kata قولا لينا

Tafsir Al-Maraghi (Ahmad Mushthafa al-Maraghi)
Berbicalah kalian kepada Fir’aun dengan pembicaraan yang lemah lembut agar lebih dapat menyentuh hati dan lebih dapat menariknya untuk menerima dakwah. Sebab, dengan perkataan yang lemah lembut, hati orang-orang yang durhaka akan menjadi halus, dan kekuatan orang-orang yang sombong akan hancur. Oleh sebab itu, datang perintah yang serupa kepada Nabi-Nya, Muhammad SAW:
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik” (An-Nahl, 16: 125).

Contoh perkataan lemah lembut ialah perkataan Musa kepada Fir’aun:
“Adakah keinginan bagimu untuk membersihkan diri (dari kesesatan) dan kamu akan kupimpin ke jalan Tuhanmu agar supaya kamu takut kepada-nya?” (An-Nazi’at,79: 18-19).
Dan firman Allah Ta’ala kepadanya:
والسلم على من اتبع الهدى
”Dan keselamatan itu dilimpahkan kepada orang yang mengikuti petunjuk.” (Thaha, 20:47).

Selanjutnya Allah mengemukakan alasan, mengapa Musa diperintah untuk berkata lemah lembut:
لعله يتذكر أويخشى
Telah penyusun terangkan, bahwa kata la’alla (mudah-mudahan) dalam kalimat seperti ini menunjukkan harapan tercapainya maksud sesudah kata itu. Yakni, jalankanlah risalah, kerjakanlah apa yang Aku serukan kepada kalian, dan berusahalah mengerjakannya seperti orang yang berharap dan tamak, agar pekerjaannya dapat berbuah dan tidak gagal usahanya: dia berusaha menurut kemampuannya dan berjuan sampai puncak usahanya dengan harapan segala perbuatannya dapat mendatangkan keberhasilan, kemenangan, dan keuntungan.

Al-Qur’an dan Tafsirnya (Universitas Islam Indonesia)
Pada ayat ini Allah menganjurkan kepada Musa dan Harun AS bagaimana cara mengahadapi Fir’aun, yaitu dengan kata-kata yang halus dan ucapan yang lemah lembut. Seseorang yang dihadapi dengan cara demikian, akan berkesan hatinya dan akan cenderung menyambut baik dan menerima dakwah dan ajakan yang diserukan kepadanya. Cara yang bijaksana seperti ini telah diajarkan pula oleh junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW oleh Allah SWT, sebagaimana firman Nya:
Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik”.
Sebaliknya kalau seseorang itu dihadapi dengan kekerasan dan dengan membentak, jangankan akan takluk dan tunduk, tetapi tentu dia akan menentang dan menjauhkan diri sebagaimana dijelaskan Allah SWT dalam firman-Nya, yang berarti “Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu”

Selain petunjuk Allah SWT kepada Musa dan saudaranya, supaya mereka bersikap lunak menghadapi Fir’aun, juga diajarakan kata-kata yang akan disampaikan Musa kepada Fir’aun, sebagaimana dikisahkan Allah SWT di dalam Firman Nya:
Artinya:
Dan katakanlah (kepada Fir’aun): “Adakah keinginan bagimu untuk membersihkan diri (dari kesesatan). Dan kamu akan kupimpin ke jalan Tuhanmu agar supaya kamu takut kepada Nya?”.
Dengan cara dan kata-kata yang demikian itu diharapkan Fir’aun menyadari kesesatannya, dan takut kepada azab yang akan ditimpakan kepadanya apabila dia tetap saja membangkang.

Tafsir Al-Azhar (Prof. Dr. Hamka)
Setelah Tuhan menyatakan kesombongan Fir’aun, bahwa dia itu dalam pemerintahannya terlalu berlaku melampaui batas Kebenaran dan Keadilan, maka Tuhan memberi ingat kepada kedua utusan-Nya ini: ”Maka katakanlah olehmu berdua kepadanya kata-kata yang lemah lembut”. (pangkal ayat 44).
Di dalam pangkal ayat 44 ini tuhan telah memberikan suatu petunjuk dan arahan yang penting dalam memulai da’wah kepada orang yang telah sangat melampaui batas itu. Dalam permulaan berhadap-hadapan , kepada orang yang seperti itu janganlah langsung dilakukan sikap yang keras, melainkan hendaklah mulai dengan mengatakan sikap yang lemah-lembut, perkataan yang penuh dengan suasana kedamaian. Sebab dari permulaan confrontasi (berhadap muka dengan muka) si penda’wah telah melakukan amar ma’ruf nahyi munkar dengan secara keras, blak-blakan, tidaklah akan tercapai apa yang dimaksud.
Meskipun di dalam ‘ilmu Allah Ta’ala sendiri pasti sudah diketahui bahwa Fir’aun itu sampai sa’at terakhir tidak akan mengaku tunduk, tetapi Tuhan telah memberikna tuntunan kepada Rasul-Nya, ataupun kepada siapa saja yang berjuan melanjutkan rencana-rencana Nabi, bahwa pada langkah yang pertama janganlah mengambil sikap menantang. Mulailah dengan kata yang lemah-lembut; “Mudah-mudahan ingatlah dia, ataupun takut”. (ujung ayat 44).
Sebabnya ialah bahwa di dalam sudut bawah dalam jiwa manusia, yang mana juapun orangnya senantiasa masih tersimpan maksud yang baik dan pikiran yang sehat. Misalnya seorang raja ataupun pejabat tinggi sebuah Negara akan merasa prestisenya atau gengsinya akan tersinggung, walaupun betapa besar salahnya, kalau dia ditegur dengan kasar atau dikritik dimuka umum. Musa dan Harun disuruh terlebih dahulu mengambil langkah berlemah-lembut guna menyadarkan dan menginsafkan. Fir’aun itu adalah manusia dan Fir’aun itu adalah seorang Raja yang dijunjung tinggi, diangkat martabatnya oleh orang-orang besar yang mengelilinginya, jarang yang membantah katanya, walaupun secara lemah lembut, karena orang yang di sekitarnya itu merasa berhutang budi kepada rajanya. Mereka merasa tidak ada arti apa-apa diri mereka itu, kalau tidak raj yang menaikkan pangkatnya dan memberinya gelar-gelar kehormatan. Maka kalau raja itu, atau Fir’aun itu telah duduk seorang diri, hati nuraninya akan berkata tentang dirinya ynag sebenarnya. Hati nurani itulah yang akan diketuk dengan sikap lemah lembut.

Lagi pula telah diketahui dalam rangkaian Qishshah Fir’aun dengan Musa itu bahwa Musa pernah jadi anak angka beliau. Harunpun pernah dianggap anak Bani Israil yang dekat ke Istana.
Masih diharapkan, mudah-mudahan dengan kata-kata yang lemah lembut Fir’aun itu akan sadar lalu ingat bahwa selama hidup dia pasti akan mati. Selama muda dia pasti akan tua, selama sehat dia pasti akan sakit. Betapapun kuat sehat badan manusia, namun kekuatannya itu terbatas. Inilah yang harus diingatnya. Ataupun dia takut akan azab siksa Allah yang betapapun tidaklah dia akan kuasa mengelakkan.
Itulah siasat atau taktik yang dianjurkan Allah kepada Musa dan Harun, sebagai langkah pertama dalam menghadapi Fir’aun.

Tafsir Al-Qur’anul Madjied “An-Nur” (Hasbi ash-Shiddieqq)
“Berbicaralah dengan Fir’aun itu secara lemah lembut, memakai kata-kata yang menarik hati, supaya lebih berkesan pada jiwanya” yaitu Berbicaralah dengan Fir’aun itu secara lemah lembut, memakai kata-kata yang menarik hati, supaya yang demikian itu lebih berkesan pada jiwanya. Karena untuk menghadapi Fir’aun haruslah dengan cara yang lemah lembut dan memakai kata-kata yang dapat menarik hatinya, sebab apabila menghadapi orang yang Fir’aun dengan cara yang keras dan kasar maka sudah pasti Fir’aun tidak akan menerima ajakan tersebut dan malah akan mencaci maki orang yang berkata kasar tersebut.
Karena pada dasarnya manusia adalah makhluk hidup yang tidak ingin diperlakukan kasar oleh siapa saja. Hal itu terjadi karena manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang memiliki akal dan perasaan yang apabila ada orang yang berlaku kasar kepadanya maka orang tersebut jangankan akan menerimanya, mendengarkannya pun terasa berat baginya.

Tafsir Al-Mishbah (M.Quraish Shihab)
Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut yakni ajaklah ia beriman kepada Allah dan serulah ia kepada kebenaran dengan cara yang tidak mengundang antipati atau amarahnya, mudah-mudahan yakni agar supaya ia ingat akan kebesaran Allah dan kelemahan makhluk, sehingga ia terus menerus kagum kepada Allah dan taat secara penuh kepada-Nya atau paling tidak ia terus menerus takut kepada-Nya akibat kedurhakaannya kepada Allah.
Firman-Nya:
فَقُوْلاَ لَهُ قَوْلاً لَيِّنًا لَّعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْيَخْشَى
“Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut”, menjadi dasar tentang perlunya sikap bijaksana dalam berdakwah yang antara lain ditandai dengan ucapan-ucapan sopan yang tidak menyakitkan hati sasaran dakwah. Karena Fir’aun saja, yang demikian durhaka, masih juga harus dihadapi dengan lemah lembut. Memang dakwah pada dasarnya adalah ajakan lemah lembut.

Dakwah adalah upaya menyampaikan hidayah. Kata hidayah yang terdiri dari huruf ha’, dal, dan ya’ maknanya antara lain adalah menyampaikan dengan lemah lembut. Dari sini lahir kata hidayah yang merupakan penyampaian sesuatu dengan lemah lembut guna menunjukkan simpati. Ini tentu saja bukan berarti bahwa juru dakwah tidak melakukan kritik, hanya saja itu pun harus disampaikan dengan tepat bukan saja pada kandungannya tetapi juga waktu dan tempatnya serta susuna kata-katanya, yakni tidak dengan memaki atau memojokkan. Di tempat lain Allah SWT mengajarkan Nabi Musa as. redaksi kalimat yang hendaknya beliau sampaikan kepada Fir’aun, yaitu:
“Adakah keinginan untuk menyucikan diri, dan kuajak menuju jalan Tuhanmu hingga engkau takut dan kagum kepada-Nya?” (QS. An-Nazi’at, [79]: 18-19).

c. korelasi kata قولا لينا dengan public speaking
Kata Qaulan layyinan yang terdapat dalam Al-Qur’an Surat Thaha ayat 44 tersebut telah mengajarkan kepada kita cara-cara yang terbaik ketika akan menyampaikan suatu perkataan atau pendapat kepada orang lain agar mau diterima dan didengarkan, yaitu dalam berbicara haruslah dengan kata-kata yang lemah lembut dan dengan kata-kata yang dapat menarik perhatian orang yang mendengarkannya.

Hal tersebut merupakan salah satu cara berdakwah agar mau diterima orang lain dan kata Qaulan layyinan itu juga mempunyai kaitan atau hubungan yang sangat erat dengan ilmu berbicara di depan public atau sering disebut dengan Public Speaking. Sebab dalam Public Speaking yaitu salah satu metode yang diterapkan dalam berdakwah adalah berbicara dengan lemah lembut dengan tidak menyakiti perasaan audience.
Dengan bersikap lemah lembut dapat membangun beberapa hal dari audience yaitu:

Capability
Dengan berkata lemah lembut kepada audience maka akan menjadikan penjelasan yang disampaikan oleh pembicara menjadi enak dan sistematis yang akan memudahkan audience untuk memahami apa yang disampaikan. Berbeda halnya apabila dalam berbicara di depan publik dengan kata-kata yang keras dan kasar, maka akan menjadikan audience menjadi tertekan dan tidak mau mendengarkan apa yang disampaikan oleh pembicara sebab apabila dalam berbicara di depan publik menggunakan kata-kata yang keras dan kasar menjadikan apa yang disampaikan menjadi tidak enak didengar oleh audience.

Simphatety
Berbicara dengan perkataan yang lemah lembut akan menjadikan suasana antara komunikator dan audience menjadi lebih akrab dan bersahabat. Karena audience merasa lebih dekat dengan komunikator yang tidak berbicara kasar dalam berbicara sehingga terjadilah suasana yang rileks, happy, dan enjoy.

Convincing
Sikap yang ramah, bahasa yang enak, serta penjelasan yang sistematis akan lebih meyakinkan audience atas apa yang disampaikan oleh pembicara dari pada penjelasan dengan perkataan yang kasar. Karena dengan sikap dan perkataan yang lemah lembut pembicara dapat meyakinkan audience sehingga audience benar-benar yakin atas apa yang disampaikan oleh pembicara.


Referensi
Hasbi Ash-Shiddieqq. Tafsir Al-Qur’anul Madjied “An-Nur”.
Tim UII. 1991. Al-Qur’an dan tafsirnya. Penerbit Dana Bhakti Wakaf: Yogyakarta.
Hamka. 1975. Tafsir Al-Azhar. Juz’ XVI. Penerbit Nurul Islam: Jakarta.
Mushthafa Al-Maraghi, Ahmad. Tafsir Al-Maraghi. Jilid 16. Penerbit CV. Toha Putra: Semarang.
Shihab Quraisy. Tafsir Al-Mishbah. Volume 8. Penerbit Lentera Hati: Jakarta.

Ditulis oleh: Ahmad Muflihin sebagai tugas mata kuliah public speaking di Ponpes UII

Sirah Nabawiyah

Rabu, Juni 09, 2010 Unknown 0 Comments

PENDAHULUAN

Pada saat kondisi politik, ekonomi, sosial, dan agama baik di Barat maupun Timur sangat kacau, lahir seorang tokoh besar sepanjang masa yang membangun kekuatan Islam di antara dua kekuasaan besar dunia, di Jazirah Arab, sebagai rahmatan lil alamin yaitu Nabi Muhammad SAW. Muhammad diutus dengan misi kenabian, yang mengajarkan, tiada Tuhan kecuali Allah yang mengetahui segala tingkah laku manusia dan membalas atau menghukum sesuai dengan perbuatannya di akhirat nanti.
Setelah nabi Muhammad SAW hijrah ke Yatsrib untuk memenuhi undangan sebagai pendamai antara dua suku yang sedang berseteru, maka nabi segera membangun masyarakat baru, sebuah masyarakat madani atau masyarakat sipil yang kokoh dan nabi mulai menjalankan roda pemerintahan sesuai dengan syariat Islam dan meletakkan dasar-dasar kemasyarakatan Islam di sana sehingga terciptalah sebuah masyarakat yang makmur dan sejahtera.
Kemudian setelah Nabi Muhammad SAW wafat, roda pemerintahan islam diteruskan oleh para sahabat nabi yang terkenal dengan sebutan Al-Khulafa Ar-Rasyidun. Di sinilah bentuk pemerintahan Islam mulai berkembang seperti dengan dibentuknya Majlis Syura’, adanya kepala distrik yang disebut amil, adanya pembagian provinsi yang dikepalai oleh seorang Gubernur, serta adanya pembukuan al-Qur’an.


PEMBAHASAN

Pemerintahan Nabi Muhammad SAW
Beberapa saat sebelum Islam diperkenalkan dan diperjuangkan oleh Muhammad SAW sebagai fondasi peradaban baru, bangsa Arab dan bangsa-bangsa yang ada disekitarnya telah memiliki peradaban. Secara berturut-turut diungkapkan berbagai aspek peradaban Arab pra-Islam, diantaranya, agama, politik, ekonomi, dan seni budaya.
Sejarawan muslim membagi penduduk Arab menjadi tiga kategori, yaitu sebagai berikut:
 al-Arab al-Ba’idah : Arab Kuno
 Arab al-Arabiyah : Arab pribumi dan
 Arab al-Mustaribah : Arab pendatang

Pada saat kondisi politik, ekonomi, sosial, dan agama baik di Barat maupun Timur sangat kacau, lahir seorang tokoh besar sepanjang masa yang membangun kekuatan Islam di antara dua kekuasaan besar dunia, di Jazirah Arab, sebagai Rahmatan lil Alamin yaitu Nabi Muhammad SAW. Pada 570 atau 571 M orang Habsy (Abysnia) kalah dalam menyerang kota Mekah. Mereka menunggang gajah maka tahun itu disebut tahun gajah. Pada 29 Agustus pada tahun tersebut bertepatan dengan 12 Rabiul Awal lahir Muhammad sebagai pembawa Islam.
Dalam pemerintahannya, Rasulullah mengambil sistem gradual dalam berdakwah, diawali dari ruang lingkup keluarga, internal suku Quraisy, lalu secara bertahap melebar keluar tidak secara vulgar dan materi dakwah yang diprioritaskan oleh Rasul yakni tentang penanaman akidah.


Masa Pemerintahannya
Pemerintahan yang dibentuk Nabi di Madinah, terdapat beberapa hal yang prinsipel dan pokok seperti termuat dalam Piagam Madinah, terdiri dari 47 pasal di antaranya adalah sebagai berikut:
Negara dan pemerintahan Madinah adalah bercorak teokrasi yang dikepalai oleh seorang Rasul yakni Muhammad dan ia adalah pemimpin agama. Ia membuat UU atas dasar al-Quran. Walaupun nabi adalah kepala pemerintahan, namun kedaulatan ada di tangan Allah.
Kepunyaan Allahlah segala yang ada di langit dan segala di bumi. Dan sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kaya dan Maha Terpuji. Dan Kepunyaan Allahlah yang ada di langit dan di bumi. Apakah kamu tidak melihat bahwasanya Allah menundukkan bagimu apa yang ada di bumi dan bahtera yang berlayar di lautan dengan perintahnya. (Q. S. 22 {al-hajj}: 64-65)

Muhammad SAW sebagai pelaksana, namun ia tidak dapat mengabaikan kedaulatan rakyat. Seperti waktu darurat ia menerima keputusan Majlis Syura dan pemerintahan ini juga tidak bercorak monarki tapi republik. Negara islam yang dikepalai Muhammad, memberi kemerdekaan individu, kebebasan beragama, hak sebagai warga sosial dan negara, juga kedaulatan di tangan Allah dan diakui Nabi berkuasa penuh sebagai kepala Negara. Oleh karena itu, para ahli menyebutnya sebagai Islamic State. Ahli politik Barat seperti Bodin, Austin, dan Hobbes menyatakan, bahwa dalam pemerintahan di Madinah Allah memilki de jure sovereignty sedang Muhammad memiliki de facto sovereignty.
Langkah kebijakan yang pertama kali yang ditempuh Nabi setiba di Madinah adalah membangun Masjid, yang merupakan pusat kegiatan pemerintahan Islam. Selain itu, sebagai tempat ibadah, majid tersebut juga berfungsi untuk kantor pemerintah pusat dan sebagai kantor peradilan.
Muhammad menghapuskan segala feodal dan perbedaan kelas. Pada kala seorang sahabatnya bernama Abu Zarr al Giffari memanggil sahayanya dengan kata-kata “hai anak orang hitam!”, Nabi marah besar kepadanya, bahwa manusia adalah sama di sisi Tuhan, tidaklah boleh memandang rendah kepada siapapun. Kemudian Muhammad menganjurkan supaya selalu “musyawarah” dan menanamkan terus akan prinsip demokrasi yang sejati.
Dengan demikian, jelas bahwa pemerintahan yang didirikan oleh nabi Muhammad SAW di Madinah memiliki ciri khas tersendiri dan sebagai sebuah institusi pemerintahan yang berdaulat. Muhammad SAW adalah kepala negara, sekaligus kepala angkatan bersenjata, ketua pengadilan, dan tanggung jawab atas departemen-departemen yang dibentuknya. Dalam proses penyebaranya, Islam pada masa Nabi mengakomodir setiap budaya lokal yang dinilai bermanfaat bagi kelangsungan pemerintahan Islam. Namun, lebih jauh mengenai pertukaran budaya dan pemikiran antara Islam dan peradaban di luar Islam terjadi pada masa kekhalifahan Umayah dan mencapai puncak keemasanya semasa Abbasiah.
Pemerintahan Al-Khulafa Ar-Rasyidun
Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq
Periode Abu Bakar 11 H/632 M-13 H/634 M, sangat singkat hanya dua tahun lebih, ia mampu mengamankan negara baru Islam dari perpecahan dan kehancuran, baik di kalangan sahabat mengenai persoalan pengganti Nabi maupun tekanan-tekanan dari luar dan dalam. Seperti ekspedisi ke luar negeri (kirim kembali Usamah ibn Zaid ke Syam), menghadapi para pembangkang terhadap negara dengan tidak mau bayar pajak (zakat), dan penumpasan nabi-nabi palsu. Khalifah membagi negerinya dengan 12 wilayah (termasuk Usama yang ditugaskan ke Syam) dengan 12 bataliyon juga yang masing-masing dikepalai seorang jenderal. Pengiriman tentara secara serentak untuk menghadapi para pembangkang di daerah-daerah Jazirah Arab guna memanfaatkan sumber daya manusia yang besar dan menganggur. Ali ditugasi untuk mengamankan kota Madinah yang keamanannya sangat parah. Ia menunaikan tugasnya dengan baik dan hal ini adalah jawaban, bahwa meskipun terlambat membai’at hampir “enam” bulan setelah wafatnya nabi, karena menghormati perasaan/jiwa istrinya, Fatimah binti Muhammad, namun ia tetap mendukung kebijaksanaan pemerintahan Abu Bakar sebagai khalifah yang sah (Rahman, 1977: 58-59 dan Muir, 1892: 11-14).
Masa Pemerintahannya
Semenjak diresmikan sebagai khalifah, Abu bakar menghadapi berbagai permasalahan. Munculnya nabi palsu, timbulnya kaum munafik dan penentangan kewajiban zakat. Nabi muhammad SAW sebelum meninggal mengirimkan ekspedisi ke wilayah Syam --pada saat itu Syam masih termasuk bagian dari Bizantium, bukan wilayah Arab-- yang dipimpin oleh Usamah ibn Zaid yang berusia kurang lebih dua puluh tahun. Perintah pertama yang dikeluarkan oleh khalifah adalah meneruskan pengiriman ekspedisi Usamah ke Syam, para sahabat termasuk Umar ibn Khattab keberatan atas pengiriman ekspedisi tersebut dengan alasan, terlebih dahulu mengamankan kota Madinah dari huru-hara dan serangan dari para pembangkang, namun Abu Bakar dengan tegas tidak menghiraukannya dan ambil kebijakan baru yang akhirnya disetujui olah Majlis Syura’. Hasil kebijakan tersebut jika diamati, di satu sisi musuh-musuh besar pemerintahan Abu Bakar di luar negeri yaitu Sasania di timur Romawi di barat beranggapan bahwa pemerintahan Madinah mampu mengirim ekspedisi jauh ke luar Madinah, Syam, menandakan dalam negerinya tentu aman dan pemerintah yang baru ditinggal Muhammad damai, tenteram, dan sangat kuat.
Dr. Syukri Faisal dalam bukunya “Al Mujtama’at el Islamiyah fil qarn el awwal” (Masyarakat Islam dalam abad pertama) menunjukkan dua peristiwa penting yang memberi karakter kepada masa Khulafaur rasyidin ini. Keduanya ialah:
1. Hurub ahler riddah, yang dapat dinamakan “tindakan pembersihan” yaitu peperangan yang dilakukan membasmi kaum riddah yang membalik menentang Islam. Tindakan pembersihan terhadap kaum kontra revolusi dan pengkhianat negara ini, bukan saja dilakukan terhadap mereka yang melakukan riddah, tetapi juga terhadap mereka yang tidak mau membayarkan zakat. Tindakan itu dijalankan secara konsekuen di zaman Khalifah Abu Bakar, sehingga Negara Islam dapat dibersihkan dari analisir-analisir yang berbahaya.
2. Al futuh, yang dapat dinamakan “tindakan pembebasan”, yaitu peperangan yang dikobarkan untuk membebaskan daerah-daerah dan rakyat dari penjajahan dan penindasan. Jika tindakan yang pertama di atas adalah tindakan “ke dalam”, maka tindakan yang kedua ini adalah tindakan “ke luar”, di mana umat Islam berhadapan dengan negara-negara penjajah yang berkuasa besar di masa itu. Adapun tindakan pembebasan ini dulakukan atas tiga tindakan:
a. terhadap daerah-daerah Arabia, ialah tanah-tanah Palestina dan Syria dari penjajahan Romawi, dan tanah-tanah Iraq dan Yaman dari penjajahan Persi.
b. daerah-daerah di luar Arabia, ialah Mesir dan seluruh Afrika Utara dari penjajahan Romawi, dan daerah –daerah lainnya.
c. pembebasan rakyat dari pemerintahnya yang zalim, seperti meruntuhkan pemerintah Persi yang despotis dan kejam.
Dengan kedua gerakan penting ini, maka sebagai kata Dr. Syukti Faisal “tercapailah suatu masyarakat baru yang kompak di zaman Khalifah II Umar, yang merupakan hanya satu kelas saja yang satu coraknya, ialah masyarakat Islam”.
Program Abu Bakar selanjutnya, yakni memproyekkan pengumpulan dan penulisan ayat-ayat al-Qur’an. Program ini dicanangkan atas usulan Umar ibn Khattab sedangkan pelaksanaannya dipercayakan kepada Zaid ibn Tsabit.
Corak pemerintahannya yang sentralistis sebagaimana diterapkan nabi berdasarkan al-Qur’an dan sunah, namun demikian dalam urusan kenegaraan nabi tetap mengutamakan musyawarah dalam memutuskan berbagai persoalan, seperti gaji tentara, penetapan departemen, pemilihan ofisial, penetapan pajak, mengirim dan menerima duta besar, dan sebagainya. Hal lain yang dilakukan khalifah adalah menugaskan Umar ibn Khattab sebagai hakim dan Usman ibn ‘Affan sebagai deputy yang mengurusi kesekretariatan negara bersama dengan Zaid ibn Tsabit.
Gambaran yang agak lengkap dari pemerintahan Abu Bakar ini, diterangkan oleh Wilfrid Scawen Blunt sebagai berikut:
“he not only administrated the religious law, but was it’s interpreater and architect. He sat everyday in the Majlis, or open court of justice, and decided there questions or devinity as well as jurisprudence. He publicly led the prayer in the Mosque expounded the Koran, and preached every Friday from the pulpit”
Khalifah Umar ibn Khattab
Masa pemerintahan Umar ibn Khattab sepuluh tahun enam bulan, yaitu dari 13 H/634 M-23 H/644 M. Setelah memangku jabatan kekhalifahan, Umar melanjutkan kebijakan perang yang telah dimulai oleh Abu Bakar untuk menghadapi tentara Sasania maupun Bizantium baik di front Timur (Persia), Utara (Syam) maupun di Barat (Mesir).
Sewaktu menerbitkan buku “Umar the Great”, Sh. Muhammad Ashraf mengatakan:
“di belakang Nabi Muhammad SAW, Umar ibn Khattab terkenal ke seluruh dunia sebagai Penakluk terbesar yang pertama, Pendiri, Penguasa (Administrator) dari Imperium Muslim. Selama pemerintahan khilafahnya, dia telah menanamkan panji-panji kemenangannya meliputi seluruh jazirah Arabia.”
Maulana Zafar Ali Khan yang memberi muqaddimah bagi buku itu membandingkan Umar dengan segala orang-orang besar yang pernah di belakang namanya diberi gelaran “The Great” dikatakannya:
“Alexander dari Macedonia, Yulius Cesar dan Napoleon dipanggilkan Agung sebagai seorang Gubernur yang berkuasa besar dan seorang Administrator, Peter dan Frederick disebutkan Agung, karena pemerintahannya yang berkembang memedamkan kekacauan dan membuat segala bangsa respek kepadanya, Sulaeiman dan Yustinianus juga dihormati “’Agung”, karena yang pertama dipandang bijaksana dan potensinya yang sangat mulia yang senantiasa hidup, sedangkan yang kedua adalah pembuat undang-undang yang besar. Akan tetapi Umar ibn Khattab adalah agung dari semuanya itu, karena semua keagungan yang terdapat pada semua Agung yang lainnya, pada Alexander, Yulius Cesar, Napoleon, Peter, Frederick, Yustinianus, dan Salomon, semuanya secara komplit terdapat dan terkumpul pada dirinya”.

Masa Pemerintahannya
Umar melakukan reformasi dalam pemerintahan. Selama memimpin dalam kurun waktu sepuluh tahun, ia termasuk pemimpin yang berhasil terutama bagi kesejahteraan rakyat dan peraturan Islam yang semakin kokoh. Dalam pemerintahannya, ada Majlis Syura', Bagi Umar tanpa musyawarah, maka pemerintahan tidak bisa jalan. Di sisi lain, ia bukan hanya menanamkan nasionalisme Arab --Arab untuk Arab--, demi kekuasaan dan kesatuan negara, juga yang paling utama adalah, in arabia there shall be no faith but the faith of Islam (Muir, 1892: 156), dapat diartikan, bahwa di negeri Arab tidak akan ada kepercayaan (kesetiaan) selain Islam. Umar mengusir Yahudi dari Khaibar dan Kristen di Nazran. Namun demikian, mereka mendapatkan ganti rugi. Yahudi dan Nasrani sering kali merongrong pemerintahan Islam. Mereka (dzimmi) dengan membayar Jizyah -- Pajak kepala yang populer pra-Nabi di Sasania sebagai Gezit dan di Bizantium sebagai Tributum Capitis-- akan dijamin keamanannya oleh pemerintah Islam (Muir, 1892:155-156, Husaini, 1949: 40-45, dan Rahman, 1977: 49-50). Umar membentuk departemen dan membagi daerah kekuasaan Islam menjadi delapan provinsi. Setiap provinsi dikepalai oleh seorang wali (selanjutnya pada masa Muawiyah, Dinasti Umayah kepala daerah itu disebut amir). Setiap provinsi didirikan kantor gubernur. Umar juga membentuk kepala distrik yang disebut 'amil. Pada masanya, setiap pejabat pemerintahan sebelum diambil sumpah terlebih dahulu diaudit harta kekayaannya oleh tim yang dibentuk oleh Umar (Husaini, 1949: 40-41). Rakyat miskin mendapatkan makanan pokok murah, bahkan kadangkala diberikan secara cuma-cuma.
Kebijakan yang paling fenomenal adalah kebijakan ekonomi Umar di Sawad (daerah subur). Umar mengeluarkan dekrit, bahwa orang Arab termasuk tentara dilarang transaksi jual beli tanah di luar Arab. Hal ini memancing reaksi dari anggota Syura', namun Umar memberi alasan, mutu tentara Arab menurun, produksi menurun, negara rugi 80% dari pendapatan, dan rakyat akan kehilangan mata pencaharian (sawah) menyebabkan mereka akan mudah berontak terhadap negara. Sebaliknya, sebelum Islam tentara Sasania dan Romawi merampas tanah-tanah subur dari daerah-daerah yang mereka kuasai dari tangan petani dan hal ini berlanjut sampai masa Abu Bakar di mana tanah-tanah taklukan itu dimiliki oleh tentara 4/5 bagian dan sisanya disebut al-Khums bagi kepala negara. Umar melarangnya dengan alasan-alasan tersebut di atas. Sebagai solusi, guna mengatasi gejolak keuangan, ia memberi gaji tetap kepada tentara dan pensiun kepada seluruh sahabat nabi. Maka sejak Umar terbinalah regular army yang tinggal di berbagai sudut kota.
Pada masanya, khalifah Umar menerapkan pajak perdagangan (bea cukai) yang bernama al-Ushur sebagai pendapatan negara, juga adanya lembaga resmi dari penanggalan Islam yaitu dengan dimulai menurut tahun Qomariyah dan menetapkan peristiwa Hijrah menjadi awalnya.
Khalifah Umar adalah peletak dasar-dasar administrasi pemerintahan Islam. Ia membagi wilayah Islam sejumlah propinsi yang masing-masing dipimpin seorang gubernur, yakni propinsi Makkah, Madinah, Jazirah, Basrah, Masir, dan Palestina. Umar mengambil langkah-langkah khusus untuk meningkatkan pertanian dengan cara menggali sistem irigasi. Ia juga memberlakukan sistem tunjangan (pensiun) masa tua yang berbeda dengan segala sistem pensiun yang ada di dunia dewasa ini. Mereka yang cacat dan lemah fisik diberi tunjangan kesejahteraan diri dari dana baitul mal. Sekolah dan masjid banyak didirikan di seluruh penjuru kota propinsi.
Khalifah Utsman ibn ‘Affan
Periode Utsman ibn Affan selama dua belas tahun, yaitu dari 23 H/644 M-35 H/655 M. Permulaan buruk bagi masa pemerintahan Khalifah Utsman ibn Affan sudah terlihat, dengan mati dibunuhnya Khalifah II Umar ibn Khattab oleh Abu Lu’lu (orang Persia). Meskipun masa pemerintahannya adalah masa yang terpanjang dari segala Khalifah di zaman Khulafaur Rasyidin, yaitu 12 tahun, tetapi tidaklah seluruhnya menjadi masa yang baik dan sukses baginya. Sebagai catatan, masa pemerintahan Utsman dibagi dalam dua periode, yaitu Pada Periode Kemajuan dan Periode Kemunduran sampai ia mati terbunuh. Sebagaimana yang dikatakan Sir William Muri tentang masa pemerintahannya “masa pemerintahan Utsman dapat bertahan selama 12 tahun. Adapun lazim dikatakan, bahwa 6 tahun yang pertama adalah populer, sedangkan 6 tahun yang akhir agak menyedihkan”.
Masa Pemerintahannya
Tidak dapat dipungkiri bahwa upaya perluasan wilayah imperium Islam berhasil secara gemilang pada masa pemerintahan Utsman. Utsman tidak hanya berhasil mengalahkan gerakan pembangkang, tetapi juga berhasil menundukkan negeri Afganistan, Turkhistan, dan Khurasan menjadi bagian dari wilayah kekuasan Islam. Pada masanya terjadi kemenangan gemilang yang pertama oleh armada laut atas kepulauan Cyprus. Pelabuhan dan kota Alexandria dapat direbut kembali dari pendudukan Romawi, hingga akhirnya kekuatan kaisar Romawi benar-benar tidak berdaya.
Sesuai dengan keterangan William Muri di atas, bahwa 6 tahun pertama dari pemerintahannya adalah berjalan lancar, sangat populer. Banyak jasa yang ditinggalkannya selama masa itu, baik keagamaan maupun kenegaraan.
- Misalnya mengenai soal kemenangan, dunia menyaksikan perjuangan Islam yang sangat besar, meluas dari timur sampai ke barat; ke timur mencapai Asia Tengah, sedangkan ke barat berlanjut ke Afrika Utara.
- Di samping itu, dialah Khalifah Islam yang pertama kali mengerahkan adanya Angkatan Laut Islam, dengan memerintahkan kepada Gubernur Mu’awiyah di Syam supaya mempersiapkan kapal-kapal perang yang akan menggempur Konstantinopel dari laut. Meskipun Angkatan Laut yang pertama ini belum mencapai sasarannya, tetapi dapat merebut beberapa kepulauan di Laut Putih Tengah, yaitu Siprus, Kreta, Rhodus, dan lainnya.
- Di dalam soal pemerintahan, dialah yang pertama kali mengadakan kantor khusus bagi Mahkamah (Pengadilan), sedang dahulunya hanya dilakukan di dalam Masjid.
- Jasa-jasanya di lapangan keagamaan yang tidak dapat dilupakan sampai sekarang, ialah mengirmkan kitab-kitab suci al-Qur’an ke berbagai kota besar Islam. Dipinjamnya kitab suci yang waktu itu hany satu-satunya berada di tangan istri Nabi Siti Hafsah, lalu diperbanyaknya menjadi 5 buah dan kemudian disebarkannya kepada kota-kota Islam, yaitu Mesir, Kufah, Damaskus, dan Basrah, sedangkan yang satu dari padanya disimpan di Ibu Kota Madinah. Sebab itu sampai sekarang tetap disebutkan “Mushaf Utsmaniy”.
Setelah lewat 6 tahun yang pertama, usia Khalifah Utsman sudah mencapai 76 tahun, maka terjadilah kelemahan-kelemahan dalam pemerintahannya. Wibawa pemerintahannya tidak mampu untuk menghalangi kezaliman para pembesarnya, baik di pusat maupun di daerah, sehingga rakyat merasa perlu mempertahankan hak-haknya dengan menempuh segala jalan. Segala kezaliman itu memancing terjadinya kemarahan rakyat.
Faktor utama yang menyebabkan kemunduran dalam pemerintahan Khalifah Utsman ibn Affan dalam 6 tahun terakhir adalah tuduhan bahwasanya Khalifah Utsman melakukan nepotisme. Ia mengangkat sanak saudaranya dalam jabatan-jabatan penting di pemerintahan. Kemudian faktor lain yang turut mengacaukan suasana adalah persoalan ekonomi termasuk masalah pertanahan yaitu dikuasainya tanah-tanah di luar Arab oleh orang Arab sehingga rakyat di sana kehilangan mata pencariannya. Kemudian faktor yang lainnya yaitu penemuan surat yan intinya ”perintah khalifah kepada para amir, setibanya mereka ke daerah masing-masing –terutama Bashrah, Kufah, dan Mesir—bunuhlah mereka”, yang ini adalah dikarenakan salah penafsiran bahasa Arab, kemungkinan besar rekayasa Ibn saba’.
Telah disebutkan, bahwa kelemahan Khalifah Utsman adalah lanjut usia dan mudah tunduk pada tuntunan pada pembangkang. Di sini yang salah adalah ketulusan, kesederhanaan, kesalehannya yang penyabar dan berhati mulia.
Khalifah Ali ibn Abi Thalib
Dalam kondisi genting pasca terbunuhnya Utsman ibn Affan, beberapa orang yang teridentifikasi sebagai pembunuh Utsman baik secara langsung atau tidak menunjuk Ali ibn Abi Thalib. Semulai ia menolak dan mengusulkan agar mereka memilih dari senior yang lain seperti Talha dan Zubair. Akan tetapi, karena adanya tekanan dengan permintaan serius dari kawan-kawan dekatnya serta sahabat-sahabat yang lain, maka pada hari keenam pasca terbunuhnya Utsman, Ali terpilih menjadi Khalifah keempat dalam periode Al-Khulafa Ar-Rasyidun selama empat tahun sembilan bulan dari 35 H/655 M-40 H/661 M.
Meskipun masa pemerintahan Ali ibn Abi Thalib pendek sekali yaitu empat tahun sembilan bulan atau kurang lebih lima tahun, tetapi dipenuhi oleh pertentangan di dalam negeri, yang diakhiri dengan pengangkatan senjata yang dikenal dengan “perang saudara”.
Masa Pemerintahannya
Sekalipun Khalifah Ali menyadari perkembangan gerakan pemberontak yang mengancam stabilitas nsional, namun Ali berusaha menghindari pecahnya peperangan antara sesama umat Islam yang hanya akan semakin merusak keamanan dan kejayaan imperium Islam. Oleh sebab itu, Khalifah Ali mencoba untuk memperbaiki pemerintahan yang dijalaninya. Langkah pertama yang dilakukannya adalah Ali memecat para Gubernur yang sewenag-wenang yang diangkat oleh Utsman, termasuk salah satunya adalah Muawiyah di Syam, karena ia dianggap sebagai provokator untuk menuntut turun jabatan politik ia baru duduki. Kemudian Ali menarik tanah ynag oleh Utsman dihadiahkan kepada para pendukung dan hasil tanah tersebut diserahkan ke kas negara. Di samping itu, Ali berusaha kembalikan pemerintahan Islam seperti masa Umar. Akan tetapi, ibarat menjahit pakaian yang sudah usang yaitu apabila dijahit maka hanya akan semakin bertambah saja robeknya. Begitu pula halnya dalam pemerintahan Ali, yaitu setelah terbunuhnya Khalifah III Utsman ibn Affan maka perpecahan di antara umat Islam tidak terelakkan lagi. Kondisi kacau tersebut mengakibatkan perang saudara yaitu perang Jamal, Siffin, dan Nahrwan terjadi.

KESIMPULAN

Dalam Pemerintahannya, Muhammad SAW adalah kepala negara, sekaligus kepala angkatan bersenjata, ketua pengadilan, dan tanggung jawab atas departemen-departemen yang dibentuknya. Dalam proses penyebaranya, Islam pada masa Nabi mengakomodir setiap budaya lokal yang dinilai bermanfaat bagi kelangsungan pemerintahan Islam. Demikianlah Nabi Muhammad SAW telah mengabdikan dirinya 23 tahun lamanya untuk menegakkan suatu cita-cita tinggi dan agung, ialah Islam. karena perjuangannya yang maha hebat dan luar biasa itu, beliau diakui Tuhan sebagai ayat sering disebutkan “Rahmatan lil Alamin”.
Sedangkan Pemerintahan Khulafaur Rasyidin merupakan contoh yang utama dan istimewa dalam sejarah dunia, digambarkan oleh H.O.S Tjokroaminoto sebagai berikut:
“buat pertama-tama kali di dalam riwayat dunia hak akan menjadi Kepala Kerajaan digantinya dengan hak yang terdapat karena pilihan (Khalifah). Kaum pemerintah membangkit-bangkitkan hati dan memberani-beranikan di dalam jalannya pemerintahan”
“kerajaan (staat) adalah genggaman sekalian rakyat, yang semuanya bertakluk dan menganut satu hukum, bukan bikinan manusia, tetapi hukum yang diturunkan oleh Tuhan yang Maha Luhur, Maha Kuasa, dan Maha Adil”.

Ditulis oleh: Ahmad Muflihin sebagai tugas mata kuliah sirah nabawiyah di Ponpes UII

DAFTAR PUSTAKA

Karim, M.Abdul, Sejarah Pemikiran dan Peradaban islam, Yogyakarta, Pustaka Book Publisher, 2009.
K. Ali, Sejarah islam (tarikh Pramodern), Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, 1997.
Abidin Ahmad, H.Zainal, Sejarah Islam dan Umatnya sampai sekarang, Jakarta, Bulan Bintang, 1977.
M. Sularno, hand out mata kuliah Pemikiran dan Peradaban Islam, Yogyakarta, 2007/2008.
Khan, Abdul Wahab, Rasulullah di mata Sarjana Barat, Yogyakarta, Mitra Pustaka, 2001.








Meraih cinta sejati

Sabtu, Mei 29, 2010 Unknown 0 Comments

Oleh: Ahmad Muflihin

Di saat embun pagi menetesi lubuk hatiku..
Aku resah…
Di kala dinginnya malam menerpa ruang hatiku..
Aku bingung..

Aku takut..
Aku takut yang kurasa ini bukanlah suka..
Aku takut yang kurasa ini bukanlah cinta..
Aku takut yang kurasa ini adalah nafsu belaka..

Aku tak tahu..
Apakah itu rasa suka, cinta, atau nafsu?
Yang aku tahu..
Aku slalu merindukanmu..

Ketika rasa itu datang..
Aku melihat cahaya-nya dalam dirimu..
Namun aku ragu dan tak tahu harus berbuat apa..

Mencintaimu mungkin ada dua pilihan..
Diterima atau ditolak..
Tapi kalau aku mencintai-nya..
Aku yakin dia pasti menerima cintaku..
Dan sekarang aku tahu.. Itulah cinta sejatiku..

Yogyakarta, 06 Juni 2009; pukul 03.52 di Pondok Pesantren UII

Pendidikan Unggul Berbasis Pesantren

Sabtu, Mei 29, 2010 Unknown 0 Comments

Oleh: Mujtahid

BELAKANGAN ini, eksistensi pendidikan secara berlahan-lahan telah menunjukkan titik pencerahan. Meskipun kondisi bangsa belum mengalami peningkatan good goverment seperti sekarang ini tetapi pendidikan dapat berjalan sabagaimana mestinya. Anak-anak bangsa memiliki semangat untuk belajar mandiri dan diharapkan kelak nanti menjadi tokoh dan penerus pemimpin bangsa ini. Tidak hanya itu, tingkat kesadaran masyarakat mulai tergugah menyekolahkan anaknya demi masa depan mereka sendiri.

Wacana menarik yang sempat menjadi bahan perbincangan oleh pakar pendidikan adalah munculnya sekolah unggulan dan eksistensi pendidikan pesantren. Sebagaimana kita lihat bahwa di beberapa kota besar telah menjamur sekolah unggulan belakangan ini. Sementara sebagian di pedesaan masih kuatnya sistem pendidikan pesantren. Dua model pendidikan tersebut masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan yang melengkapi. Paling tidak, asumsi dasar penulis menganggap bahwa ada sebuah hubungan yang sinergis antara dua model pendidikan tersebut.

Potret Sekolah Unggulan
Sekolah unggulan yang lahir belakangan, tentu berdasar pada inovasi kekinian dan sengaja dipersiapkan terhadap kebutuhan modernitas yang berkembang sangat pesat. Sebagai salah sat alternatif pendidikan kontemporer, sekolah unggulan berusaha menampilkan visi orientasi pendidikannya pada dataran realitas. Berbagai kemungkinan masa depan yang bakal terjadi, pendidikan unggulan mencoba menawarkan “nilai jual”, daripada “jual nilai” yang kehilangan realitasnya. Sekolah unggulan tentu saja mengadopsi dari beberapa sistem pendidikan.

Sampai sekarang, sekolah unggulan masih tergolong langka dan tidak semua orang dapat ‘menyentuh’ model sekolah itu. Sekolah unggulan mencoba tampil beda dari yang lain. Sistem pendidikannya dikelola secara profesional dan dilengkapi dengan fasilitas yang memadahi. Dari gedung sekolah sampai tempat pemondokan disediakan dengan sarana mewah. Alat-alat penunjang belajar tercukupi yang disediakan untuk anak didik. Bahkan lingkungannya pun memilih pada dataran yang benar-benar alami yang jauh dari polusi udara dan limbah kotoran.

Lain dari pendidikan pesantren, sekolah unggulan menekankan kedisiplinan belajar cukup tinggi. Karena itu, siswa yang tidak naik kelas atau nilainya rendah sudah barang tentu mendapat teguran (penyadaran). Model sekolah seperti ini memang ketat dan sangat formal yang tidak dimiliki pesantren atau sekolah lainya.

Model sekolah unggulan saat ini menjadi trend di tengah-tengah masyarakat. Menjamurnya model sekolah unggulan tidak lagi terdengar asing di telinga kita. Kebanyakan model sekolah tersebut terdapat kota-kota besar, seperti Jakarta, Bogor, tetapi sekarang sudah mulai merembet ke daerah-daerah tingkat II seperti yang ada di Jombang dan dibeberapa kota setingkat lainnya.

Seperti yang banyak dikemukakan oleh pakar pendidikan bahwa model sekolah unggulan merupakan terobosan baru untuk menjembatani antara dua sisi yakni kualitas ilmu-ilmu umum dan kualitas ilmu-ilmu agama. Di tengah era global yang sedang berjalan ini, dua nilai keilmuan tersebut harus dipadukan menjadi entitas yang utuh. Keilmuan umum (modern) tanpa dilandasi oleh nilai agama akan menyeret manusia kepada jurang kehancuran atau paling tidak bisa diklaim sebagai manusia sekuler. Sebaliknya nilai agama tanpa ditopang dengan nilai keilmuan umum akan tergilas oleh orang yang memiliki iptek yang canggih. Model semacam inilah yang seharusnya diterapkan oleh lembaga-lembaga pendidikan yang ada.

Model Pesantren
Pesantren sebenarnya termasuk pendidikan yang paling berjasa dalam pengkaderan ulama (orang yang berilmu). Namun kemudian karena pesantren diidentikkan dengan pendidikan kaum kiayi maka prosentase penminatnya semakin berkurang. Meskipun demikian pesantren telah membawa dampak yang berarti bagi dinamika pendidikan. Pesantren sebagai pendidikan non formal tentu sistem dan model belajar mengajarnya pun masih banyak memakai cara-cara konvensional, kecuali pesantren yang sudah agak tergolong modern.

Model pendidikan pesantren lebih banyak memakai cara-cara kultural dari pada cara-cara struktural. Dari perjalanannya, pesantren sedikit demi sedikit telah mengalami perubahan pada sistem manejerialnya, kecuali pesantren yang tergolong salaf. Ciri khas dari model pendidikan pesantren salaf adalah peserta didik kurang diajak terlibat secara aktif, hanya mendengar dan menirukan dan biasanya hanya menumbuhkan budaya “patuh” daripada proses penyadaran atau menumbuh-kembangkan daya kreativitas anak didik tersebut. Sementara ciri yang menonjol lainnya adalah kadar lamanya waktu ‘nyantri’ (belajar) yang menjadi patokan kesuksesan.

Namun, pesantren bukan berarti tidak mempnyai arti dalam realitas kehidupan masyarakat, justru pesantren banyak memberi andil dalam putaran pendidikan yang tergolong paling awal. Sebelum pendidikan formal muncul, pesantren terlebih dahulu menjadi miniatur belajar. Jadi pesantren merupakan cikal bakal lahirnya lembaga pendidikan. Sehingga kehadiran pesantren tidak hanya sebagai mediator proses belajar mengajar tetapi juga sebagai benteng kekuatan yang patut diperhitungkan ketika ikut mempelopori kemerdekaan bangsa ini.

Sebagai lembaga pendidikan, model pesantren sebenarnya dapat diambil ‘semangat’nya yang kemudian diterapkan pada suatu lembaga umum lainnya. Semangat itu adalah terletak pada ketekunan dan keuletan. Sebab pendidikan umum lainnya hanya mampu mengasilkan lulusannya dengan reputasi ilmu-ilmu umum. Sementara ilmu agama sangat sulit didapat di sekolah umum secara memadahi. Pendidikan model pesantren boleh jadi sebagai penopang terhadap pendidikan umum yang kurang memiliki besic keagamaan itu.

Model Konvergensi
Agaknya, kita juga berpikir bahwa untuk memadukan antara model pesantren dan sekolah umum memang tidak mudah. Kendala utamanya adalah bukan terletak pada proses belajar mengajar di dalam kelas, tetapi terletak pada proses pembinaan secara intensif di luar kelas. Oleh karena itu, salah satu alternatif yang berusaha untuk memadukan dua model tersebut hanyalah model sekolah unggulan. Model pendidikan unggulan sudah menjadi kebutuhan paling urgent yang segera dapat menjawab dan memenuhi tantangan global itu.

Sekolah unggulan lahir sebagai salah satu tuntutan zaman dan upaya untuk mengurangi kesenjangan antara mutu pendidikan agama dan mutu pendidikan umum. Tidak dapat dipungkiri bahwa pendidikan unggulan merupakan salah satu pendidikan memiliki daya saing dengan mutu luar negeri. Manejerial sekolah unggulan tertata rapi yang tersedia segala macam kebutuhan pendidikan. Memang, pendidikan semacam inilah yang sebetulnya kita harapkan supaya produktifitas dan tersedianya sumber daya manusia (SDM) secara berlahan-lahan terwujud dengan baik.

Namun model sekolah unggulan juga tidak terlepas dari kekurangan dan kelebihan. Misanya, biaya kurang terjangkau oleh kelompok masyarakat kelas menengah kebawah. Selama ini, yang mampu untuk menyekolahkan pada sekolah unggulan tergolong anaknya para pejabat dan pengusaha yang berhasil. Sementara untuk orang-orang yang penghasilannya pas-pasan tentu juga berpikir kali lipat, karena masih banyak kebutuhan pokok yang juga membutuhkan biaya. Sehingga timbul sebuah kesan bahwa sekolah unggulan hanya milik orang kaya atau paling tidak dimonopoli oleh segelintir orang elit.***
*) Mujtahid, Dosen Fakultas Tarbiyah UIN Maliki Malang